Belongs to Kusbandiyah

اللَّهمَّ أحسِنْ عاقبتَنا في الأمورِ كلِّها ، وأجِرْنا من خِزيِ الدُّنيا وعذابِ الآخرةِ “Ya Allah, jadikan segala urusan kami berakhir dengan baik. Dan lindungi kami dari bencana dunia dan azab akhirat”

Monday, May 25, 2015

Menghiasi Diri Dengan Sifat Itsar

20141225-025755.jpg
Itsar secara bahasa bermakna mendahulukan atau mengkhususkan. Secara istilah, mendahulukan orang lain daripada dirinya sendiri pada sesuatu yang bermanfaat baginya dan memberikannya pada orang lain. Ini termasuk puncak persaudaraan. (at-Ta’rifat al-Jurjani 1/59, Mu’jam Lughati al-Fuqaha’ 1/116). Berkata Ibnu Miskawaih, “Itsar adalah keutamaan jiwa yang dengannya ia menahan diri dari sebagian hajatnya sampai ia memberikan kepada orang yang berhak menerima.” (Tahdzibul Akhlaq hal.19)

Perbedaan antara Itsar dan Dermawan

Itsar lebih tinggi derajatnya daripada dermawan. Dermawan adalah memberikan sesuatu yang banyak dengan menyisakan sedikit untuk dirinya atau menyisakan yang sama dengan yang diberikan. Adapun itsar, mengutamakan orang lain padahal ia membutuhkannya. (Madarijus Salikin 2/292)

Dalil-Dalil tentang Itsar

Allah Ta’ala memuji kaum Anshar dengan sifat itsarnya dalam firman-Nya,
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
“Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.” (QS. al-Hasyr: 9)
Ibnu Katsir mengatakan, “Mereka mendahulukan orang-orang yang sangat membutuhkan daripada kepentingan pribadi.” (Tafsir Ibnu Katsir 8/70)
Ibnu Taimiyyah berkata, “Adapun mengutamakan orang lain padahal ia sedang kesusahan, itu lebih utama daripada sekadar bersedekah dengan senang hati. Karena tidak semua orang yang bersedekah itu senang hati lagi dalam kesusahan.” (Minhajus Sunnah 7/129)
Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْأَشْعَرِيِّيْنَ إِذَا أَرْمَلُوا فِي الْغَزْوِ أَوْ قَلَّ طَعَامُ عِيَالِهِمْ بِالْمَدِينَةِ جَمَعُوا مَا كَانَ عِنْدَهُمْ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ ثُمَّ اقْتَسَمُوا بَيْنَهُمْ فِي إِنَاءٍ وَاحِدٍ بِالسَّوِيَّةِ فَهُمْ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ
“Sesungguhnya keluarga Asy’ari jika perbekalan makanan mereka habis tatkala berperang atau keluarga mereka kekurangan makanan di Madinah, mereka mengumpulkan yang ada di kain-kain mereka, kemudian meletakkan di sebuah nampan lalu membaginya sama rata. Mereka termasuk saya dan saya juga termasuk mereka.” (HR. al-Bukhari: 2846, Muslim: 2500)
Berkata Abul Abbas al-Qurthubi, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa sifat yang dominan dari keluarga Asy’ari adalah itsar dan berbagi rata tatkala sama-sama membutuhkan.” (al-Mufhim Syarh Shahih Muslim 6/452)
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طَعَامُ الْوَاحِدِ يَكْفِي الْاِثْنَيْنِ، وَطَعَامُ الْاِثْنَيْنِ يَكْفِي الْأَرْبَعَةَ، وَطَعَامُ الْأَرْبَعَةِ يَكْفِي الثَّمَانِيَةَ
“Makanan untuk satu orang bisa mencukupi dua orang, makanan untuk dua orang bisa mencukupi empat orang, dan makanan untuk empat orang bisa mencukupi delapan orang.” (HR. Muslim: 2059)
al-Muhallab mengatakan, “Maksud hadits ini adalah anjuran untuk saling berbuat baik dalam hal makan dan berbagi, serta mendahulukan orang lain dari diri sendiri.” (Syarh Shahih al-Bukhari Ibnu Baththal, 9/471)

Macam-Macam Itsar

Itsar ditinjau dari keterkaitannya dengan yang lain, dibagi dua macam:
a. Itsar yang berhubungan dengan al-Khaliq (Sang Pencipta)
Ibnul Qayyim berkata, “Itsar yang berhubungan dengan Khaliq lebih mulia dan lebih afdhal daripada itsar yang berhubungan dengan makhluk. Yaitu mendahulukan ridha Alah daripada ridha makhluk, mengutamakan kecintaan kepada Allah daripada kecintaan makhluk, mendahulukan rasa takut dan raja’ (berharap) kepada-Nya daripada takut dan berharap kepada makhluk, lebih mendahulukan penghinaan diri, ketundukan dan merendahkan diri kepada-Nya daripada kepada mahkluk, lebih mengutamakan meminta kepada-Nya daripada bergantung kepada selain-Nya.” (Thariqul Hijratain 1/449).
b. Itsar yang berhubungan dengan makhluk
Adapun itsar yang berhubungan dengan makhluk adakalanya haram, makruh, atau mubah.
Haram jika engkau mendahulukan orang lain dalam sesuatu yang wajib engkau kerjakan, karena itu sama saja telah menggugurkan kewajiban tersebut atasmu. Misalnya, mendahulukan orang lain untuk shalat, puasa dan kewajiban-kewajiban syariat lain, sementara ia sendiri tidak mengerjakannya.
Makruh atau mubah jika engkau mendahulukan orang lain dalam hal-hal mubah, yang sebagian ulama memakruhkannya dan sebagian membolehkannya. Itsar yang mubah yaitu mendahulukan orang lain dalam perkara-perkara yang bukan termasuk ibadah. (Syarh Riyadush Shalihin, Ibnu Utsaimin 3/416-417)
Ibnul Qayyim menyebutkan syarat-syarat itsar berkaitan dengan makhluk yang bisa memindahkannya dari hukum haram atau makruh menjadi hukum mubah. Yaitu tidak menyia-nyiakan waktu muatstsir (orang yang berbuat itsar) tersebut, tidak menyebabkan keadaannya menjadi rusak (gara-gara mendahulukan orang lain), tidak menyebabkan hancur agamanya, tidak menyebabkan tertutupnya pintu kebaikan bagi muatstsir.
Jika syarat-syarat ini terpenuhi maka perbuatan mendahulukan orang lain mencapai puncak keutamaannya, namun jika terdapat salah satu dari hal-hal di atas, maka mendahulukan diri sendiri lebih utama. Mendahulukan orang lain yang terpuji adalah mendahulukan orang lain dengan dunia, bukan dengan waktu, agama, dan hal-hal yang membuat baiknya hati.” (Thariqul Hijratain 1/446)
c. Itsar ditinjau dari faktor pendorongnya
  1. Fitrah dan kasih sayang seperti mendahulukan bapak, ibu dan orang-orang yang dicintai daripada selain mereka. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
    جَاءَتْنِى مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا ثَلاَثَ تَمَرَاتٍ فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِى كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا فَأَعْجَبَنِى شَأْنُهَا فَذَكَرْتُ الَّذِى صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ
    “Telah datang seorang wanita miskin bersama dua orang anaknya, lalu aku memberi mereka makan dengan tiga butir kurma. Ibu itu memberi anaknya masing-masing sebutir. Tatkala wanita ini mengangkat tangannya hendak memasukkan sebutir kurma itu ke mulutnya, kedua anaknya meminta kembali. Kemudian satu butir kurma itu dibelah dua. Aku sangat kagum dengan ibu itu, lalu aku menceritakan perihal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau bersabda, ‘Sungguh, Allah telah mewajibkan wanita itu masuk surga karena perbuatannya tersebut, atau Allah membebaskannya dari api neraka.’” (HR.Muslim: 2630).
  2. Pendorongnya adalah iman dan senang kebaikan bagi orang lain, sebagaimana yang banyak dilakukan oleh salafush shalih umat ini.

Potret Itsar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan Para Sahabat

Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu berkata,“Pernah datang seorang perempuan membawa burdah kepada Nabi. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Tahukah kalian, burdah apa ini?’ Ada yang menjawab, ‘Ya, Pakaian yang dibordir bagian bawahnya’. Perempuan itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, pakaikanlah aku!’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ya’. Nabi duduk di majelis, kemudian keluar dengan menggenggam burdah itu, lalu menyuruh untuk memberikan orang tersebut. Orang-orang berkata kepadanya, ‘Alangkah baiknya engkau, engkau meminta kepada beliau, padahal engkau tahu beliau tidak pernah menolak orang yang meminta.’ Orang itu berkata, ‘Demi Allah, tidaklah saya memintanya kecuali agar itu menjadi kafan saya jika meninggal.’ Ternyata itulah kafannya.” (HR. Al-Bukhari:2093)
Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Yang jelas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mengutamakan orang lain. Dalam ash-Shahihain telah shahih bahwa jika Rasulullah diberikan kemenangan pada Khaibar atau tempat yang lain, beliau menyimpan (fa’i atau ghanimah) buat makanan pokok keluarganya untuk beberapa waktu, kemudian sisanya untuk di jalan Allah. Dan jika ada keperluan mendadak atau tamu datang, maka beliau mengisyaratkan kepada keluarganya untuk mendahulukan orang lain, sehingga habis semua atau sebagian besar simpanan makanan beliau.” (Fathul Bari 11/280).
Adapun itsar para sahabat dan generasi terbaik umat ini sangatlah banyak. Cukuplah mereka sebagai sebab turunnya ayat al-Qur’an dalam surat al-Hasyr ayat 9 di atas itu. Wallahul muwaffiq.
—
Ditulis ulang dari Majalah Al Mawaddah vol. 77 hal 49-53 (rubrik Akhlak Kariimah)
Artikel Muslimah.or.id
Posted by Dyah na Fanim at 7:50 PM No comments:

Sifat Muslim Yang Sempurna

Sifat Muslim Yang Sempurna
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
المسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ , و المهاجِرَ مَنْ هَجَرَ مَا نهَى اللهُ عَنْهُ
“Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang yang selamat orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang berhijrah dari perkara yang dilarang oleh Allah .” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40 )
Dan dalam riwayat Tirmidzi dan An Nasa’i,
و المؤمن من أمنة الناس على دمائهم و أموالهم
“Seorang mu’min (yang sempurna) yaitu orang yang manusia merasa aman darah mereka dan harta mereka dari gangguannya.”
Dan tambahan dalam riwayat lain,
و المجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله
“Dan yang disebut dengan orang yang berjihad adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah .”
Hadis di atas menjelaskan tentang beberapa istilah yang ditetapkan  oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai sebagai kunci kebahagiaan dunia dan akhirat, yaitu Islam, Iman, hijrah dan jihad
Dan disebutkan pula batasan-batasannya dengan menggunkan kalimat yang ringkas namun sarat makna. Seorang muslim yang sempurna adalah jika orang-orang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya.
Oleh karena itulah hakikat islam adalah menyerahkan diri kepada Allah, menyempurnakan ibadah hanya kepadaNya dan menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak sesama muslim lain. Dan tidak akan sempurna islam seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya. Hal ini tidaklah terrealisasi kecuali dengan selamatnya saudaranya dari kejelekan lisannya dan jeleknya perbuatan tangannya. Karena hal ini merupakan kewajiban dasar seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim. Jika saudaranya saja tidak bisa selamat dari gangguan  lisan dan tangannya, bagaimana mungkin dia bisa melaksanakan kewajibannya terhadap saudaranya sesama muslim? Selamatnya saudara-saudaranya dari keburukan perkataan dan perbuatannya, merupakan salah satu tanda sempurnanya keislaman seseorang.
Dalam hadits yang telah disebutkan di awal, Rasulullah menjelaskan bahwa seseorang yang mempunyai iman yang sempurna ialah jika manusia merasa aman dari gangguannya. Karena sesungguhnya iman, jika ia telah tinggal di dalam hati dan memenuhinya, maka ia akan mendorong pemiliknya untuk melaksanakan hak-hak iman. Di antara hak-hak iman yang paling penting adalah: Menjaga amanah, jujur dalam bermuamalah, dan menahan diri dari berbuat dholim terhadap manusia dalam perkara darah dan harta mereka. Jika dia telah melaksankan hal-hal tersebut, maka dengan hal itulah orang-orang akan mengenal kebaikan-kebaikannya tersebut, sehingga mereka pun akan merasa aman (karena merasa tidak akan di ganggu) darah dan harta mereka. Dan orang-orang pun akan percaya terhadapnya karena mereka tahu bahwa dia adalah orang yang menjaga amanah, karena menjaga amanah adalah termasuk dari kewajiban keimanan yang paling penting. Sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَا إِيْمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ
“Tidaklah sempurna iman seseorang yang tidak menjaga amanah .” (HR. Ahmad 3/135, Ibnu Hibban 194. Dishahihkan oleh syaikh Al Albani dalam shahiihul jaami ’)
Begitu pentingnya seorang muslim mempunyai sifat menjaga amanah hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyebutkan bahwa iman seseorang tidaklah sempurna hingga ia menjadi seseorang yang menjaga amanah.
Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam punmenjelaskan dalam hadits di atas bahwa hijrah yang menjadi kewajiban bagi setiap individu kaum muslimin adalah hijrah meninggalkan perbuatan dosa dan maksiat, dan kewajiban ini tidaklah gugur bagi tiap mukallaf (orang yang baligh dan berakal) bagaimanapun keadaannya. Karena Allah Ta’ala telah melarang para hambanya melakukan perbuatan-perbuatan haram dan perbuatan maksiat. Adapun hijrah secara khusus adalah seseorang berpindah dari suatu negri kafir atau negri yang penuh dengan perbuatan bid’ah menuju negri islam. Hijrah ini tidak wajib bagi semua individu, akan tetapi hukumnya berbeda-beda bagi setiap orang sesuai keadaannya.
Kemudian dalam hadits tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hakikat orang yang berjihad, yaitu orang yang berjuang melawan dirinya untuk melakukan ketaatan kepada Allah. Karena sesungguhnya jiwa manusia seringkali merasa malas untuk melakukan ketaatan, memerintahkan kepada perbuatan buruk, dan cepat mengeluh ketika mendapat musibah. Oleh karena itulah seseorang butuh kesungguhan untuk melawan nafsunya agar dia dapat kokoh di atas ketaatan kepada Allah Ta’ala, agar dia bisa bersabar ketika mendapatkan musibah. Maka inilah bentuk ketaatan yang sesungguhnya, yaitu seseorang bersungguh-sungguh melaksanakan perintah, bersungguh-sungguh menjauhi larangan dan bersabar atas takdir yang menimpanya.
Siapa saja yang mengamalkan hadits di atas maka dia telah mengamalkan perkara agama semuanya.  Karena hadits tersebut menyebutkan bahwa seorang muslim yang sejati adalah orang yang muslim lain selamat dari lisannya, orang yang manusia merasa aman darah dan harta mereka darinya, orang yang meninggalkan perkara yang Allah larang, orang yang bersungguh-sungguh berjuang melawan dirinya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah. Baginya, tidak ada kebaikan dalam perkara agama maupun perkara dunia, baik lahir maupun batin kecuali dia akan melaksanakannya, dan tidak ada keburukan kecuali pasti dia akan meninggalkannya.
Semoga Allah Ta’ala memberikan kita Taufik untuk dapat mengamalkan hadits di atas. Hanya Allah-lah sebaik-baik pemberi Taufik.
***
Artikel muslimah.or.id
Posted by Dyah na Fanim at 7:42 PM No comments:

Kembalilah pada Kitabullah, Al Qur’an Al-Karim

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk pada (jalan) yang lebih lurus.” (QS. Al Isra’ 9)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku tinggalkan pada kalian Kitabullah, yang jika kalian berpegang teguh dengannya, maka kalian tidak akan tersesat.” (HR. Muslim dan At-Turmudzi)
Allah telah menurunkan Al-Qur’an untuk diimani, dipelajari, dibaca, ditadabburi, diamalkan, dijadikan sandaran hukum, dijadikan rujukan dan untuk dijadikan obat dari berbagai penyakit dan kotoran hati serta untuk hikmah-hikmah lain yang Allah kehendaki dari penurunannya. Ukhty, pahamilah hal ini…
Selamatkanlah dirimu dengan bertaqwa kepada Allah. Tanamkanlah kemauan yang keras untuk mengambil manfaat dari Al Qur’an dalam segala hal yang memungkinkan. Demi Allah, semakin engkau berusaha mendekatinya, merenungi dan men-tadabburi, maka semakin banyak kebaikan yang akan engkau dapatkan.
Perbaguslah dan Perbanyaklah dalam Membacanya
Adapun membacanya, maka itu disyari’atkan dan disunnahkan memperbanyak membacanya serta mengkhatamkannya sebulan sekali, namun ini tidak wajib. Seandainya engkau bisa mengkhatamkannya kurang dari sebulan lakukanlah karena itu lebih bagus, akan tetapi jangan sampai kurang dari 3 hari.
Ukhty, Tidakkah Engkau Menginginkan Pahala yang Banyak dari Rabbmu ?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang membaca Al Qur’an sementara dia mahir, maka dia bersama malaikat para penulis, yang mulia lagi berbakti, dan orang yang membaca Al Qur’an dan terbata-bata membacanya karena hal itu sulit baginya, maka dia mendapat dua pahala.” (Muttafaq ‘alaih)
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengangkat derajat banyak kaum dengan Al Qur’an dan menghinakan yang lain dengannya pula. Maka apa yang sudah kita usahakan agar derajat kita terangkat di sisi Allah. Menginginkan suatu hal takkan ada artinya kecuali kita bangkit dan bertindak untuk mencapai yang kita inginkan.
Raihlah Derajat Tinggi di Surga dengan Menghafalnya
Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan dikatakan kepada penghafal Al-Qur’an jika dia telah memasuki surga: ‘Baca dan naiklah.’ Kemudian dia membaca dan naik bersama setiap ayat satu tingkatan. Sampai dia membaca ayat terakhir yang ia hafal.” (HR. Imam Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Baihaqi dan Al-Hakim)
Dalam lafadz Tirmidzi, akan dikatakan pada para penghafal Al-Qur’an: “Bacalah, naiklah, dan bacalah dengan tartil sebagaimana ketika di dunia kau selalu baca dengan tartil. Maka sesungguhnya tingkatan derajatmu pada ayat yang terakhir engkau baca.” (HR Tirmidzi)
Ummu Darda’ radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku pernah bertanya kepada Aisyah rodhiyallahu ‘anha tentang penghafal Al Qur’an yang memasuki surga, apa keutamaannya jika dibandingkan dengan orang yang tidak menghafalnya. Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab, “Sesungguhnya tingkatan surganya adalah sejumlah ayat-ayat Al Qur’an. Maka tidak ada seorangpun yang melampaui derajat penghafal Al Qur’an di dalam surga.” (HR. Al-Baihaqi, Ibnu Abi Syaibah, dan Al Baghawi)
Ya ukhty, cobalah menghafal beberapa ayat Al Qur’an dan rasakan bagaimana iman akan mengalir di dalam kalbu. Nikmatilah ketenangan yang kau dapatkan setiap kali mengulangi bacaan tersebut. Betapa rindunya hati ini untuk mendengar lantunan ayat-ayat mengenai keindahan surga… dan kekerasan hati menjadi luluh ketika mendengar ayat akan kengerian neraka.
Sesungguhnya dengan menghafal Al-Qur’an, kita bisa menghitung derajat kita di dalam surga. Sesungguhnya dengan satu ayat kita akan bisa menaiki satu derajat. Maka, tidakkah kita ingin mencapai tingkat surga yang setinggi-tingginya. Janganlah memuaskan diri dengan ingin masuk surga derajat terendah. Berharaplah dan kejarlah surga derajat tertinggi…
Bingkisan Istimewa untuk Saudariku yang Berkeinginan dan Berusaha Menjadi Penghafal Al Qur’an
Ya ukhty, kini telah hadir keinginan untuk menghafalkan Kitabullah. Kita telah menanamkan semangat yang kuat, tapi seiiring berjalannya waktu kejemuan mulai melanda, kesibukan-kesibukan lain menghadang, menghafal Al Qur’an menjadi terasa sulit… maka bacalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, “Jagalah (hafalan) Al-Qur’an, demi Dzat yang jiwa saya ada tangan-Nya, sesungguhnya Al-Qur’an itu sangat cepat terlepas melebihi (lepasnya) unta dari ikatannya.” (Diriwayatkan Al-Bukhari dari hadits Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu no. 5033, kitab Fadha’il Al-Qur’an bab 23, dan Imam Muslim juga dari Abu Musa no. 1/23-(791), kitab Shalat Al-Musafirin bab 33)
Bagaimanakah agar Ikatan Unta Tidak Terlepas ?
Tentulah dengan mengikatnya dengan kuat kemudian menjaganya. Ukhty, Al-Qur’an membutuhkan banyak-banyak mengulang dan membaca. Bila engkau telah hafal satu surat, maka seringlah membaca dan mengulang-ngulangnya sampai mantap dan kuat, jangan pindah ke surat lain, kecuali bila engkau sudah menghafalnya dengan mantap.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk dijadikan pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran ?” (QS. Al-Qamar: 17)
Dan yang menentukan adalah kemauan orang dan ketulusan niatnya. Bila dia memiliki kemauan yang tulus dan keseriusan terhadap Al-Qur’an, maka Allah akan memudahkan dia untuk menghafalnya dan menjadikan Al-Qur’an itu mudah untuk dihafal.
Engkau bisa menambah hafalan di pagi hari setelah sholat Shubuh atau di waktu lain engkau lebih bisa berkonsentrasi. Lalu engkau bisa mengulangnya pada hari itu. Perlukah waktu khusus ukhty ? Tidak. Engkau bisa mengulanginya ketika engkau sholat, berjalan menuju kampus, atau ketika menunggu kedatangan temanmu. Engkau bisa membacanya di berbagai tempat dan waktu, asal engkau tetap menjaga adab-adabnya.
Ukhty, semoga Allah meluruskan niatku dan niatmu. Mohonlah kemudahan dari Allah. Katakanlah pada dirimu, sesungguhnya besarnya pahala sebanding dengan kesulitan yang dihadapi. Katakanlah, dagangan Allah itu teramat mahal. Takkan bisa kita dapatkan kecuali dengan kesungguhan, kerja keras dan kesabaran. Katakanlah, tak ada lagi kesulitan setelah masuk surga, dan tak ada kebahagiaan secuil pun di dalam neraka. Dan bukankah yang kita tuju adalah kebahagiaan abadi di dalam surga-Nya serta kenikmatan melihat wajah-Nya…
Ukhty Muslimah, Didiklah Anak-Anakmu untuk mencintai Al-Qur’an, serta Memperbanyak Membaca dan Menghafalnya
Ya ukhty, bingkisan terakhir untukmu… sesungguhnya orang yang menunjukkan kepada seseorang kebaikan maka akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya. Maka didik dan doronglah anak-anakmu untuk membaca, mentadabburi, serta menghafal Al Qur’an. Ketika engkau merasa jemu atau lelah dalam mengajar mereka, bayangkan balasan yang akan engkau dapatkan setiap kali anak-anakmu membaca Al-Qur’an. Semoga semua usahamu untuk mendidik mereka mendapat balasan yang lebih baik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kita memohon pada Allah agar ditolong dan dimudahkan dalam membaca, mempelajari dan menghafal, serta mengamalkan kandungan Kitabullah. Semoga Al Qur’an bisa menjadi pemberi syafa’at dan menolong kita di akhirat kelak. Dan kita berharap agar Allah tidak menjadikan Al Qur’an menjadi hujjah yang justru akan mencelakan kita di akhirat. Aamiin…
Sebuah nasehat terutama untuk diriku dan saudariku…
Alhamdullilaahiladzi bini’ matihi tatimmush shalihaat
Maraji':
  1. 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an (Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz)
  2. Berbenah Diri untuk Penghafal Al-Qur’an (Dr. Anis Ahmad Kurzun), Majalah As Sunnah, edisi Ramadhan 06-07/ Tahun XI/ 1428H/ 2007M
  3. Bersanding dengan Bidadari di Surga (Dr. Muhammad bin Ibrahim An-Naim)
  4. Hukum Musik dan Lagu, Rasa’ilut Taujihaat Al Islamiyyah, 1/ 514 – 516 (Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu)
  5. Kiat Mengatasi Kendala Membaca dan Menghafal Al-Qur’an (Haya Ar-Rasyid)
***
Artikel www.muslimah.or.id
Posted by Dyah na Fanim at 7:41 PM No comments:

Menasehati Tanpa Melukai

Siapakah yang tak ingin hidayah mengetuk hati orang yang dicintai?
Orang tua, kerabat dekat, teman, tetangga, dan bahkan orang-orang di luar Islam. Hidayah yang melembutkan hati yang keras, menyabarkan hati tatkala ditimpa musibah, meredakan kemarahan, menjalin tali yang lama terpisah, menyatukan prinsip syariat sehingga berjalan beriringan dalam satu jalan yang haq menuju shiraathal mustaqiim. Pasti banyak orang yang kita inginkan kebaikan terlimpah padanya. Kebaikan yang senantiasa menghiasi diri sehingga melahirkan generasi Rabbani yang senantiasa berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As Sunnah sesuai pemahaman salafush shalih sebagaimana yang diharapkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sejak beratus abad yang lalu hingga sekarang, sampai nanti datang hari penghisaban sedangkan amal tak lagi terhitung dan tergores tintanya dalam catatan.
Siapa mengira, Al Fudhail bin Iyadh yang kita kenal sebagai seorang hamba yang shalih dan tokoh teladan bagi umat, dahulunya adalah seorang perampok jalanan yang banyak ditakuti orang. Lalu beliau terketuk hatinya dan mendapat hidayah tatkala mendengar percakapan dua saudagar yang tengah takut kepadanya.
Tak kenalkah dengan Salman Al Farisi? Dahulunya beliau adalah seorang Majusi kemudian beliau mendapatkan hidayah tatkala melihat orang muslim yang sedang shalat di gereja. Dan banyak dari kaum muslimin di zaman Nabi yang berbondong-bondong masuk Islam tidak lain karena mulianya dakwah beliau.
Oleh karena itu, mari kita lihat bagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam beserta orang-orang shalih dahulu mengajarkan kepada kita bagaimana adab tatkala memberikan nasehat sehingga membuka pintu-pintu hidayah bagi seseorang.

Adab Memberi Nasehat

Ketika seseorang hendak memberikan nasehat hendaklah memperhatikan adab-adabnya karena adab tersebut sangat menentukan diterima atau tidaknya nasehat. Beberapa adab yang perlu diperhatikan adalah:
1. Mengharapkan ridha Allah Ta’ala
Seorang yang ingin menasehati hendaklah meniatkan nasehatnya semata-semata untuk mendapatkan ridha Allah Ta’ala. Karena hanya dengan maksud inilah dia berhak atas pahala dan ganjaran dari Allah Ta’ala di samping berhak untuk diterima nasehatnya. Rasulullaah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Artinya, “Sesungguhnya setiap amal itu bergantung kepada niatnya dan sesungguhnya setiap orang itu hanya akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya (dinilai) kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak diraihnya atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka (hakikat) hijrahnya itu hanyalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
2. Tidak dalam rangka mempermalukan orang yang dinasehati
Seseorang yang hendak memberikan nasihat harus berusaha untuk tidak mempermalukan orang yang hendak dinasehati. Ini adalah musibah yang sering terjadi pada kebanyakan orang, saat dia memberikan nasihat dengan nada yang kasar. Cara seperti ini bisa berbuah buruk atau memperparah keadaan. Dan nasehatpun tak berbuah sebagaimana yang diharapkan.
3. Menasehati secara rahasia
Nasihat disampaikan dengan terang-terangan ketika hendak menasehati orang banyak seperti ketika menyampaikan ceramah. Namun kadangkala nasehat harus disampaikan secara rahasia kepada seseorang yang membutuhkan penyempurnaan atas kesalahannya. Dan umumnya seseorang hanya bisa menerimanya saat dia sendirian dan suasana hatinya baik. Itulah saat yang tepat untuk menasehati secara rahasia, tidak di depan publik. Sebagus apapun nasehat seseorang namun jika disampaikan di tempat yang tidak tepat dan dalam suasana hati yang sedang marah maka nasehat tersebut hanya bagaikan asap yang mengepul dan seketika menghilang tanpa bekas.
Al Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Apabila para salaf hendak memberikan nasehat kepada seseorang, maka mereka menasehatinya secara rahasia… Barangsiapa yang menasehati saudaranya berduaan saja maka itulah nasehat. Dan barangsiapa yang menasehatinya di depan orang banyak maka sebenarnya dia mempermalukannya.” (Jami’ Al ‘Ulum wa Al Hikam, halaman 77)
Abu Muhammad Ibnu Hazm Azh Zhahiri menuturkan, “Jika kamu hendak memberi nasehat sampaikanlah secara rahasia bukan terang-terangan dan dengan sindiran bukan terang-terangan. Terkecuali jika bahasa sindiran tidak dipahami oleh orang yang kamu nasehati, maka berterus teranglah!” (Al Akhlaq wa As Siyar, halaman 44)
4. Menasehati dengan lembut, sopan, dan penuh kasih
Seseorang yang hendak memberikan nasehat haruslah bersikap lembut, sensitif, dan beradab di dalam menyampaikan nasehat. Sesungguhnya menerima nasehat itu diperumpamakan seperti membuka pintu. Pintu tak akan terbuka kecuali dibuka dengan kunci yang tepat. Seseorang yang hendak dinasehati adalah seorang pemilik hati yang sedang terkunci dari suatu perkara, jika perkara itu yang diperintahkan Allah maka dia tidak melaksanakannya atau jika perkara itu termasuk larangan Allah maka ia melanggarnya.
Oleh karena itu, harus ditemukan kunci untuk membuka hati yang tertutup. Tidak ada kunci yang lebih baik dan lebih tepat kecuali nasehat yang disampaikan dengan lemah lembut, diutarakan dengan beradab, dan dengan ucapan yang penuh dengan kasih sayang. Bagaimana tidak, sedangkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
Artinya, “Setiap sikap kelembutan yang ada pada sesuatu, pasti akan menghiasinya. Dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya. (HR. Muslim)
Fir’aun adalah sosok yang paling kejam dan keras di masa Nabi Musa namun Allah tetap memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun agar menasehatinya dengan lemah lembut. Allah Ta’ala berfirman,
فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا
Artinya, “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut.” (QS. Ath Thaha: 44)
Saudariku… dan lihatlah tatkala nasehat dilontarkan dengan keras dan kasar maka akan banyak pintu yang tertutup karenanya. Banyak orang yang diberi nasehat justru tertutup dari pintu hidayah. Banyak kerabat dan karib yang hatinya menjauh. Banyak pahala yang terbuang begitu saja. Dan tentu banyak bantuan yang diberikan kepada setan untuk merusak persaudaraan.
5. Tidak memaksakan kehendak
Salah satu kewajiban seorang mukmin adalah menasehati saudaranya tatkala melakukan keburukan. Namun dia tidak berkewajiban untuk memaksanya mengikuti nasehatnya. Sebab, itu bukanlah bagiannya. Seorang pemberi nasehat hanyalah seseorang yang menunjukkan jalan, bukan seseorang yang memerintahkan orang lain untuk mengerjakannya. Ibnu Hazm Azh Zhahiri mengatakan: “Janganlah kamu memberi nasehat dengan mensyaratkan nasehatmu harus diterima. Jika kamu melanggar batas ini, maka kamu adalah seorang yang zhalim…” (Al Akhlaq wa As Siyar, halaman 44)
6. Mencari waktu yang tepat
Tidak setiap saat orang yang hendak dinasehati itu siap untuk menerima petuah. Adakalanya jiwanya sedang gundah, marah, sedih, atau hal lain yang membuatnya menolak nasehat tersebut. Ibnu Mas’ud pernah bertutur: “Sesungguhnya adakalanya hati bersemangat dan mudah menerima, dan adakalanya hati lesu dan mudah menolak. Maka ajaklah hati saat dia bersemangat dan mudah menerima dan tinggalkanlah saat dia malas dan mudah menolak.” (Al Adab Asy Syar’iyyah, Ibnu Muflih)
Jika seseorang ternyata tak bisa menasehati dengan baik maka dianjurkan untuk diam dan hal itu lebih baik karena akan lebih menjaga dari perkataan-perkataan yang akan memperburuk keadaan dan dia bisa meminta tolong temannya agar menasehati orang yang dimaksudkan. Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ
Artinya, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah berkata yang baik atau diam…”(HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam Syarhu Al Arba’in An Nawawi memberikan beberapa faedah dari cuplikan hadits di atas yaitu wajibnya diam kecuali dalam kebaikan dan anjuran untuk menjaga lisan.
Jangan pernah putus asa untuk memohon pertolongan Allah karena pada hakekatnya Allah-lah Yang Maha Membolak-balikkan hati seseorang. Meski sekeras apapun hati seseorang namun tidak ada yang mustahil jika Allah berkehendak untuk melembutkan hatinya dan menunjukkan kepada jalan-Nya. Wallaahu Musta’an.
“Jika engkau inginkan kebaikan pada saudaramu
Maka ajaklah ia tuk bergandengan
Dan beriringan menuju jalan-Nya
Bertuturlah dengan baik
Berilah senyuman tatkala ia tak peduli
Tunggulah… Bersabarlah… hingga pintu itu terbuka
Jangan kau paksa.. dan jangan pula kau marahi
Sebab nasehat itu akan berubah menjadi pisau yang tajam
Yang hanya membuat goresan di hati
Dan akan membuat lari
Jangan kau paksa.. dan jangan pula kau marahi
Sesungguhnya hidayah itu ada di tangan Sang Rabb
Yang Maha Membolak-balikkan hati”
***
Referensi:
  1. “Menasehati Tanpa Menyakiti”. Abu Muhammad Shu’ailik. Pustaka Arafah
  2. “Syarhu Al Arba’in An Nawawi”. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. Daarul Ittiba’ dan Ad Daaru Al ‘Aalamiyyah Lin Nasyr wat Tauzii’
  3. “99 Kisah Orang Shalih”. Muhammad bin Hamid Abdul Wahab. Darul Haq
www.muslimah.or.id
Posted by Dyah na Fanim at 7:32 PM No comments:

Untuk Para Pasutri: Menjadi Pencemburu? Harus Itu!

Pasangan Anda memiliki akun dan cukup aktif di sosmed? Jika ya, maka sudah menjadi kewajiban bagi para pasutri untuk membina; menasihati; dan mewanti-wanti pasangan Anda untuk:
  1. TIDAK berhaha-hihi, banyak bercanda dan mengobrol dengan lawan jenis tanpa adanya keperluan yang sangat mendesak, dengan bahasa yang vulgar; manja; centil; konyol cengengesan. Bila harus berbicara dengan lawan jenis, gunakan bahasa yang tegas namun santun (karena tegas bukan berarti kasar).
  2. TIDAK bermudah-mudahan bertanya di dalam inbox kepada lawan jenis yang disinyalir berilmu, untuk bertanya soal agama, curhat, mencari solusi. Jika memang mau bertanya, mohon suaminya saja yang menjadi perantara selagi masih bisa. Kalaupun terpaksa bertanya sendiri, gunakan bahasa yang tegas namun sopan.
  3. Sebaiknya berkawan dengan sesama jenis dan mahaarim saja. Apabila memang sudah berkawan dengan sesama jenis dan mahaarimnya saja, maka hendaknya menyetting komentar hanya untuk teman, sehingga para lelaki tidak bisa seenaknya masuk komentar tanpa ijin. Adapun untuk postingan bermanfaat, silahkan saja untuk disetting publik, barangkali memang itu bisa dimanfaatkan oleh orang banyak.
  4. Tidak menceritakan aib; masalah; detail urusan domestik; ketampanan/kecantikan; kemesraan; kebaikan pasangan kita di muka umum, TANPA MASHLAHAT.
  5. TIDAK kebablasan dalam bercanda dan berbicara (terlebih untuk masalah yang cukup vulgar), walaupun dengan sesama jenis, khususnya jika postingannya itu disetting untuk umum; atau ada lawan jenis bukan mahram yang menjadi temannya. Kenapa? karena mereka juga bisa mengamati dialog-dialog kita meski mungkin mereka tidak berkomentar.
  6. TIDAK menjawab inbox sembarangan, barangkali itu akun abal-abal yang sedang mencari mangsa.
  7. Tidak membiarkan istrinya mengunggah foto dirinya maupun keluarganya, baik dengan cadar ataupun lebih-lebih tanpa cadar, TANPA MASHLAHAT dan tanpa ada KONDISI DARURAT.
  8. Tidak membiarkan pasangannya sering men-tag nama lawan jenis yang bukan menjadi mahariim-nya tanpa kepentingan yang dianggap syar’i, apalagi hanya sekadar untuk bercanda cengengesan!
Banyak suami, bahkan dari kalangan thullaabul ‘ilmi yang kurang merasa cemburu jika istrinya kedapatan banyak haha-hihi dengan lelaki lain. Malah yang lebih parah, suami-suami ini ikut nimbrung dengan asyiknya cengengesan bersama lelaki bukan mahram itu dan istrinya sendiri di muka publik. Di mana cemburu yang syar’i itu berada? Cemburu memang ada yang syar’i dan tidak (cemburu buta). Sebagian orang berkata, cemburu itu tanda benar-benar cinta [?].
Maka, seorang suami khususnya tidak boleh menjadi dayyuts yang tidak memiliki kecemburuan (ghiirah) ketika istrinya melakukan tindakan yang melanggar syariat dan melakukan maksiyat!
Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ وَالدَّيُّوْثُ
“Ada tiga golongan yang tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat nanti, yaitu orang yang durhaka kepada kedua orangtuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki, dan Ad-Dayyuts . . . “ (HR. An-Nasa’i)
Dayyuts adalah seorang lelaki yang tidak memiliki rasa cemburu, sehingga dia membiarkan keluarganya melakukan tindakan keji; maksiat dan melanggar syariat.
Memiliki kecemburuan yang syar’i (ketika cemburu itu ada landasannya, bukan hanya cemburu buta) tidak lalu kita bisa seenaknya bersu’uzhzhan kepada pasangan; memata-matai pasangan; mencari aib pasangan;penuh curiga dan tuduhan terhadap pasangan tanpa DASAR dan indikasi apapun. Jika memang salah satu pasangan harus menjaga rahasia yang telah diamanahkan oleh seseorang, maka wajib baginya untuk menjaganya bahkan terhadap pasangannya sendiri, kecuali jika yang memberi amanah ridha ketika yang dititipi amanah memberitahukan kepada pasangannya.
Sebagian pasangan mengambil prinsip “Akunmu akunku…inboxmu inboxku” (apa yang ada di akunmu, inboxmu, termasuk HP mu… aku boleh membukanya dan akupun mengetahui apa yang ada di dalamnya. Tidak ada rahasia di antara kita)…ya tidak apa-apa , jika memang berdasarkan keridhaan masing-masing, kecuali pada hal yang memang harus menjadi rahasia pribadi yang sudah dititipkan pemberi amanah itu tadi.
Maka, taatilah perintah Allah tatkala Dia berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا…
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (Qs. At-Tahriim: 6).
***
Penulis: Ummu Yazid Fatihdaya Khoirani (www.muslimah.or.id)
Posted by Dyah na Fanim at 7:30 PM No comments:

Menjauhi Sifat Dusta

Dusta adalah kabar yang tidak sesuai dengan kenyataan, dan sudah semestinya bagi setiap muslim agar menghindarinya dalam pergaulannya. Allah Ta’ala berfirman:
…وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” (Al-Isra’: [17]: 36).
Malik menyampaikan bahwa Ibnu Mas’ud berkata: “Seorang hamba yang berdusta dan terus-menerus berdusta maka akan terlukis satu titik hitam di hatinya sampai rata hatinya berwana hitam, maka dia di sisi Allah akan ditulis termasuk golongan pendusta.” (HR. Malik dalam kitab Al-Muwatha’).
Dalam masalah ini, saya ingatkan kepada setiap orang Islam agar tidak berdusta dalam segala perkara, bahkan meskipun dengan bergurau. Hendaknya dicamkan dalam diri mereka sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak sempurna iman seorang hamba sampai dia meninggalkan berdusta dalam gurauan dan meninggalkan perdebatan walaupun dia dalam posisi benar.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika bergurau dengan para sahabatnya, beliau tidak berkata kecuali yang benar dan jujur, seperti tertera dalam sebuah kisah berikut:
Dari Hasan radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Datanglah seorang wanita tua kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu wanita itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar memasukkanku ke dalam surga’. Maka Rasulullah menjawab, ‘Wahai Ummu Fulan, sesungguhnya surga itu tidak akan dimasuki oleh orang yang renta.’ Hasan melanjutkan, “Maka wanita itu berbalik pergi sambil menangis, kemudian Rasulullah shallallahu ‘laihi wa sallam bersabda, ‘Beritahukan kepadanya kalau dia tidak akan memasukinya dalam keadaan tua renta. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),“Sesungguhnya kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.’” (Al-Waqi’ah [56]: 35-37)” (HR. At-Tirmidzi).
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki minta tumpangan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “Saya akan memberimu tumpangan di atas seekor anak unta.” Orang tadi keheranan dan bertanya, “Apa yang bisa saya perbuat dengan anak unta, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Bukankah yang melahirkan unta dewasa itu adalah anak unta juga?”
Yang menyedihkan bagi seorang Islam adalah adanya sebagian orang yang membuat tertawa orang lain dengan sengaja berbohong, seperti banyak kita saksikan di masyarakat dan grup-grup sandiwara dan lawak.
Dalam sebuah hadits dari Nahzi bin Hakim radhiyallahu ‘anhu dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu ‘anhum, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah seseorang yang berkata lalu berbohong agar ditertawakan oleh suatu kaum, celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-I, dan Al-Baihaqi).
Berkatalah yang benar dan selalu berusahalah untuk berkata benar sampai kamu ditulis di sisi Allah Ta’ala sebagai orang yang jujur. Berhati-hatilah dari berdusta, karena dusta bisa berakiba kepada timbulnya kerusakan-kerusakan besar dan fitnah yang besar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku tadi malam bermimpi didatangi oleh dua orang dan keduanya memberitahuku, “Orang yang dirobek bibirnya dan lidahnya seperti yang kamu lihat tadi adalah pendusta yang membuat kedustaan dan disebarkannya ke seluruh penjuru. Maka dia akan terus diadzab seperti itu sampai hari kiamat.” (HR. Bukhari).
Seorang penyair telah memperingatkan manusia dari berdusta dan akibatnya, dan hal itu merupakan aib bagi pelakunya ketika diketahui kedustaannya, sehingga akan mengakibatkannya rendah dan hina di hadapan manusia. Penyair tersebut berkata:
Jika manusia itu diketahui berdusta, maka di hadapan manusia
Akan tetap saja dicap sebagai pendusta, walaupun dia berkata benar
Jika dia berkata, ucapannya akan diabaikan kawan-kawannya
Mereka tidak akan mendengarkannya walaupun hanya satu kata
Dalam menjelaskan kotornya perbuatan dusta dan menganjurkan untuk menjauhinya, penyair lain berkata:
Tidaklah berdusta seseorang melainkan itu merupakan kehinaanya
Atau perbuatan buruk, atau tanda tidak beradab
Sebagian bangkai anjing lebih enak baunya
Daripada kedustaan seseorang dalam seriusnya maupun guraunya
***
Disalin ulang dari buku “Etika Pergaulan dari A-Z“, Abduh Ghalib Ahmad Isa, penerbit: Pustaka Arafah
Posted by Dyah na Fanim at 7:28 PM No comments:

Tuesday, May 12, 2015

Waktu-waktu Mustajab Untuk Berdo’a

Waktu-waktu Mustajab Untuk Berdo’a
Allah memberikan masing-masing waktu dengan keutamaan dan kemuliaan yang berbeda-beda, diantaranya ada waktu-waktu tertentu yang sangat baik untuk berdoa, akan tetapi kebanyakan orang menyia-nyiakan kesempatan baik tersebut. Mereka mengira bahwa seluruh waktu memiliki nilai yang sama dan tidak berbeda. Bagi setiap muslim seharusnya memanfaatkan waktu-waktu yang utama dan mulia untuk berdoa agar mendapatkan kesuksesan, keberuntungan, kemenangan dan keselamatan. Adapun waktu-waktu mustajabah tersebut antara lain:

Sepertiga Akhir Malam

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Rabb kami yang Maha Berkah lagi Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga akhir malam, lalu berfirman ; barangsiapa yang berdoa, maka Aku akan kabulkan, barangsiapa yang memohon, pasti Aku akan perkenankan dan baran1gsiapa yang meminta ampun, pasti Aku akan mengampuninya”  (Shahih Al-Bukhari, kitab Da’awaat bab Doa Nisfullail 7/149-150).

Tatkala Berbuka Puasa Bagi Orang Yang Berpuasa

Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa pafa saat berbuka ada doa yang tidak ditolak” (Sunan Ibnu Majah, bab Fis Siyam La Turaddu Da’watuhu 1/321 No. 1775. Hakim dalam kitab Mustadrak 1/422. Dishahihkan sanadnya oleh Bushairi dalam Misbahuz Zujaj 2/17).

Setiap Selepas Shalat Fardhu

Dari Abu Umamah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang doa yang paling didengar oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, beliau menjawab:
“Di pertengahan malam yang akhir dan setiap selesai [dubur shalat, yg benar mungking penghujung shalat, bukan selesai shalat. krn syaikhul islam menegaskan Nabi tdk pernah berdoa setelah shalat] shalat fardhu” (Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da’awaat 13/30. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi 3/167-168 No. 2782).

Sesaat Pada Hari Jum’at

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Abul Qasim Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya pada hari Jum’at ada satu saat yang tidak bertepatan  seorang hamba muslim shalat dan memohon sesuatu kebaikan kepada Allah melainkan akan diberikan padanya, beliau berisyarat dengan tangannya akan sedikitnya waktu tersebut” (Shahih Al-Bukhari, kitab Da’awaat 7/166. Shahih Muslim, kitab Jumuh 3/5-6)
Waktu yang sesaat itu tidak bisa diketahui secara persis dan masing-masing riwayat menyebutkan waktu tersebut secara berbeda-beda, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 11/203.
Dan kemungkinan besar waktu tersebut berada pada saat imam atau khatib naik mimbar hingga selesai shalat Jum’at atau hingga selesai waktu shalat ashar bagi orang yang menunggu shalat maghrib.

Pada Waktu Bangun Tidur Pada Malam Hari Bagi Orang Yang Sebelum Tidur Dalam Keadaan Suci dan Berdzikir Kepada Allah

Dari ‘Amr bin ‘Anbasah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidaklah seorang hamba tidur dalam keadaan suci lalu terbangun pada malam hari kemudian memohon sesuatu tentang urusan dunia atau akhirat melainkan Allah akan mengabulkannya” (Sunan Ibnu Majah, bab Doa 2/352 No. 3924. Dishahihkan oleh Al-Mundziri 1/371 No. 595)
Terbangun tanpa sengaja pada malam hari (An-Nihayah fi Gharibil Hadits 1/190) Yang dimaksud dengan “ta’ara minal lail” yaitu terbangun dari tidur pada malam hari.

Doa Diantara Adzan dan Iqamah

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Doa tidak akan ditolak antara adzan dan iqamah” (Sunan Abu Daud, kitab Shalat 1/144 No. 521. Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da’waat 13/87. Sunan Al-Baihaqi, kitab Shalat 1/410. Dishahihkan oleh Al-Albani, kitab Tamamul Minnah hal. 139)

Doa Pada Waktu Sujud Dalam Shalat

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Adapun pada waktu sujud, maka bersungguh-sungguhlah berdoa sebab saat itu sangat tepat untuk dikabulkan”. (Shahih Muslim, kitab Shalat bab Nahi An Qiratul Qur’an fi Ruku’ wa Sujud 2/48)
Yang dimaksud adalah sangat tepat dan layak untuk dikabulkan.

Pada Saat Sedang Kehujanan

Dari Sahl bin a’ad Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.
“Dua doa yang tidak pernah ditolak ; doa pada waktu adzan dan doa pada waktu kehujanan”. (Mustadrak Hakim dan dishahihkan oleh Adz-Dzahabi 2/113-114. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami‘ No. 3078).
Imam An-Nawawi berkata bahwa penyebab doa pada waktu kehujanan tidak ditolak atau jarang ditolak dikarenakan pada saat itu sedang turun rahmat khususnya curahan hujan pertama di awal musim. (Fathul Qadir 3/340).

Pada Saat Ajal Takziah

Dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah Abu Salamah (pada hari wafatnya), dan beliau mendapatkan kedua mata Abu Salamah terbuka lalu beliau memejamkannya kemudian bersabda:
“Sesungguhnya tatkala ruh dicabut, maka pandangan mata akan mengikutinya’. Semua keluarga histeris. Beliau bersabda : ‘Janganlah kalian berdoa untuk diri kalian kecuali kebaikan, sebab para malaikat mengamini apa yang kamu ucapkan” (Shahih Muslim, kitab Janaiz 3/38)

Pada Malam Lailatul Qadar

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar“. (Al-Qadr : 3-5)
Imam As-Syaukani berkata bahwa kemuliaan Lailatul Qadar mengharuskan doa setiap orang pasti dikabulkan. (Tuhfatud Dzakirin hal. 56)

Doa Pada Hari Arafah

Dari ‘Amr bin Syu’aib Radhiyallahu ‘anhu dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“Sebaik-baik doa adalah pada hari Arafah” (Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da’waat 13/83. Dihasankan oleh Al-Albani dalam Ta’liq alal Misykat 2/797 No. 2598).

www.muslimah.or.id
Posted by Dyah na Fanim at 11:05 PM No comments:

Korupsi Waktu

Termasuk yang diperhatikan dalam pembahasan korupsi adalah korupsi waktu. Di mana seseorang lalai dengan amanah mengenai waktu yang telah dijanjikan atau disepakati misalnya dalam hal pekerjaan atau sesuatu yang berkaitan dengan waktu. Contoh korupsi waktu misalnya seorang pegawai atau PNS yang tidak amanah dalam waktu, masuk kerja terlambat dan tanpa izin atau bahkan makan gaji buta tanpa kerja sama sekali.

Hendaknya seseorang menunaikan amanatnya

Bagi seorang pegawai yang telah berjanji akan melaksanakan amanahnya, yaitu bekerja dengan waktu-waktu tertentu dan ia memang digaji untuk hal itu, hendaknya berusaha menunaikan amanahnya sebaik mungkin, begitu juga dengan jam kerjanya, hendaknya ia gunakan jam kerja yang telah disepakati untuk benar-benar bekerja sesuai dengan amanahnya. Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita agar menunaikan amanah dengan profesional dan sebaik mungkin.

Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kalian untuk menunaikan amanat kepada yang berhak” (An Nisaa’: 58).

Seorang muslim juga berusaha menunaikan dan melaksanakan persyaratan yang telah ia setujui.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
المُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوطِهِمْ
“Umat Islam berkewajiban untuk senantiasa memenuhi persyaratan mereka” (HR. Muslim).

Termasuk ciri munafik (shugra/kecil) adalah tidak menepati janji atau persyaratan yang telah ia setujui.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tiga tanda munafik ada tiga, jika berkata ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari dan ketika diberi amanat, maka ia berkhianat” (HR. Bukhari dan Muslim).

Seorang pegawai harus bekerja sesuai dengan jam kerjanya

Termasuk korupsi waktu adalah tidak bekerja di jam kerjanya tanpa izin yang jelas atau menggunakan jam kerja untuk keperluan lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini dilarang oleh syariat dan hendaknya ia menunaikan kewajibannya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوْقَ الأُمَّهَاتِ، وَوَأْدَ الْبَنَاتِ، وَمَنَعَ وَهَاتِ
“Sesungguhnya Allah mengharamkan mendurhakai ibu, membunuh anak perempuan, dan mana’a wahaat” (HR. Bukhari dan Muslim).
Arti dari (منع وهات) “mana’a wahaat” adalah tidak mau melaksanakan kewajiban atau menuntut apa yang bukan menjadi haknya.

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata menjelaskan hadits,
أنه نهى أن يمنع الرجل ما توجه عليه من الحقوق أو يطلب ما لا يستحقه
“Rasulullah melarang seseorang tidak melaksakan kewajiban yang ada padanya atau menuntut apa yang bukan menjadi haknya.” (Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim)
Jadi, seorang muslim tidak boleh hanya menuntut haknya saja, menuntut dibayarkan gaji bulanan secara rutin, sedangkan ia tidak menunaikan amanahnya dengan baik. Tidak masuk kantor tepat waktu, itupun masuk kantor pada jam-jam tertentu saja dan sering bolos, keluar tanpa izin, menggunakan waktu jam kantor untuk bermain game atau urusan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaannya.

Bagaimana dengan beribadah ketika jam kerja

Beribadah di waktu jam kerja misalnya shalat dhuha atau mengaji perlu dirinci, jika ibadah yang wajib seperti shalat dzuhur, maka saat itu pekerjaan wajib ditinggalkan dan seharusnya atasan memberikan waktu untuk menunaikan shalat wajib. Akan tetapi untuk ibadah yang sunnah misalnya shalat dhuha, maka sebaiknya jangan meninggalkan jam kerja untuk shalat dhuha kecuali atasan telah memberi izin atau atasan telah memaklumi atau bisa juga dilakukan di sela-sela waktu istirahat.

Berikut Fatwa dari Al-Lajnah Ad-Daimah (semacam MUI di Saudi) terkait hal ini.
Pertanyaan:
هل يجوز أداء صلاة الضحى خلال وقت الدوام الرسمي ، خاصة إذا تزايد عدد المصلين إلى حد قد يؤدي إلى التأخير في إنجاز العمل الرسمي؟ آملين أن تكون الإجابة مكتوبة. جزاكم الله خيرًا .
“Apakah diperbolehkan (bagi karyawan) untuk mengerjakan shalat dhuha selama jam kerja resmi, terutama ketika bertambahnya orang yang shalat sehingga dapat menyebabkan pekerjaan mereka tidak selesai pada waktunya? Kami harap anda bias memberikan jawaban tertulis.”

Jawaban:
ج: الأصل أن النوافل في البيوت؟ لقوله صلى الله عليه وسلم: أفضل صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة ، وقوله صلى الله عليه وسلم: اجعلوا من صلاتكم في بيوتكم ولا تتخذوها قبورًا متفق عليه، وعلى هذا فلا ينبغي للموظف أن يعطل العمل الذي هو واجب عليه لأجل نافلة؛ لأن صلاة الضحى سنة فلا يترك واجب لأجل سنة، ويمكن للموظف أن يصلي الضحى في بيته قبل أن يأتي للعمل بعد ارتفاع الشمس قدر رمح، أي بعد خروج وقت النهي، ويقدر ذلك بعد شروق الشمس بربع ساعة تقريبًا.
Pada dasarnya, ibadah sunnah itu dikerjakan di rumah, karena beliau shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أفضل صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة
“Seutama-utamanya shalat seseorang yaitu di dalam rumahnya, kecuali shalat fardhu” (HR. Bukhari & Muslim)
اجعلوا من صلاتكم في بيوتكم ولا تتخذوها قبورًا
“Jadikanlah sebagian shalat kalian di dalam rumah, dan janganlah kalian menjadikan rumah kalian sepeti kuburan” (HR. Bukhari & Muslim).
Seeorang karyawan seharusnya tidak menghentikan pekerjaannya yang menjadi kewajibannya dengan melakukan ibadah sunnah. Seorang karyawan bisa melakukan shalat dhuuha di rumah sebelum mereka berangkat bekerja sesaat setelah terbitnya matahari, yaitu setelah waktu nahiy (Waktu dilarang untuk melakukan shalat yaitu setelah shalat subuh hingga terbitnya fajar) sekitar 15 menit setelah matahari terbit.
Sumber: http://www.alifta.net/fatawa/fatawaDetails.aspx?View=Page&PageID=9174&PageNo=1&BookID=3

Termasuk memakan harta dengan cara yang batil jika terus-menerus korupsi waktu

Jika korupsi waktu terus-menerus dilakukan oleh seorang pekerja, sementara ia terus menerima gaji utuh, bisa jadi ia menerima gaji buta. Demikian ini termasuk memakan harta dengan cara yang batil. Hartanya bisa jadi tidak berkah.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Ustaimin rahimahullah menjelaskan,
و نظرنا لمجتمعنا اليوم لم نجد أحداً يسلم من خصلة يفسق بها، إلا مَنْ شاء الله، فالغِيبة فسق وموجودة بكثرة، والتغيب عن العمل، والإصرار على ذلك، وكونه لا يأتي إلا بعد بداية الدوام بساعة، ويخرج قبيل نهاية الدوام بساعة مثلاً، فالإصرار على ذلك فسق؛ لأنه ضد الأمانة، وخيانةٌ، وأكلٌ للمال بالباطل؛ لأن كل راتب تأخذه في غير عمل، فهو من أكل المال بالباطل
“Jika kita melihat masyarakat kita sekarang, maka kita akan mendapati tidak ada (sedikit) yang selamat dari sifat kefasiqan kecuali yang Allah kehendaki (selamat dari itu). Misalnya seperti perbuatan ghibah yang termasuk perbuatan fasiq (dan banyak terjadi), bolos kerja yang terus dilakukan, serta perbuatan pegawai yang terlambat masuk kerja (yang telah dimulai satu jam sebelumnya) dan pulang kerja satu jam lebih cepat dari yang seharusnya. Terus menerus melakukan hal itu adalah termasuk kefasiqan karena ini termasuk berkhianat dan tidak sesuai amanah serta memakan harta dengan cara yang batil. Karena setiap gaji yang anda terima tanpa diimbangi dengan pekerjaan maka ini termasuk memakan harta dengan cara yang batil” (Asy-Syarh al-Mumti’ 15/278).

Oleh karena itu, mari kita tunaikan amanah yang kita pikul sebaik mungkin, sehingga harta yang kita dapatkan dari bekerja bisa mendapatkan berkah dan kebaikan yang banyak.
Demikian semoga bermanfaat @RS Mitra Sehat, Wates, Yogyakarta tercinta
www.muslim.or.id
Posted by Dyah na Fanim at 10:24 PM No comments:

Macam-macam Doa Untuk yang Baru Dikaruniai Anak

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Ada beberapa redaksi yang diajarkan para ulama terkait doa untuk orang tua yang baru dikaruniai anak. Ada yang diriwayatkan secara maqthu’ (sampai tabiin) dan ada yang secara marfu’ (sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Kita akan simak beberapa diantaranya,
Pertama, riwayat dari Hasan al-Bashri – ulama Tabiin –,
Dari al-Haitsam bin Jammar, ada seseorang yang bertanya kepada Hasan al-Bashri, ‘Bolehkah menggunakan ucapan orang persia untuk doa ketika kelahiran anak?’
Jawab Hasan,
”Mengapa kau gunakan ucapan orang persia. Bisa jadi doanya,” Jadilah sapi atau himar”. Ucapkanlah,
بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي المَوهُوبِ لَكَ , وَشَكَرْتَ الوَاهِبَ , وَبَلَغَ أَشُدَّهُ , وَرُزِقْتَ بِرَّهُ
Semoga Allah memberkahi anak yang dianugerahkan kepadamu, semoga kamu bisa mensyukuri Sang Pemberi (Allah), semoga cepat besar dan dewasa, dan engkau mendapatkan baktinya si anak.”
Keterangan:
Doa ini diriwayatkan Ali bin al-Ja’d dalam al-Musnad (hlm. 488). Sebagian ulama menilai sanadnya dhaif karena posisi al-Haitsam bin Jammar. Dia dinilai dhaif oleh Yahya bin Main. Imam Ahmad menyatakan, ’Tarakahu an-Nas’ (ditinggalkan umat). An-Nasai juga menilainya matruk. (Lisan al-Mizan, 8/352).
Hanya saja, mengingat inti dari doa untuk kelahiran anak adalah memohonkan keberkahan dan kebaikan untuk anak dan orang tuanya, maka tidak ada lafadz yang menjadi ketentuan khusus dalam hal ini. Karena itu para ulama, semacam an-Nawawi dalam al-Majmu’ (8/443), atau dalam al-Azkar (hlm. 289), dan Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (9/464), mereka menganjurkan untuk memilih doa dari Hasan al-Bashri.

Kedua, riwayat dari Ayyub as-Sikhtiyani
Diriwayatkan dari Ayyub as-Sikhtiyani, bahwa beliau ketika mendengar kabar ada tetangga yang punya anak, beliau mendoakan,
جَعَلَهُ اللهُ مُبَارَكًا عَلَيكَ وَعَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم –
“Semoga Allah menjadikannya anak yang diberkahi untukmu dan untuk umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Keterangan:
Doa ini diriwayatkan Ibnu Abi ad-Dunya dalam al-Iyal (no. 202), dari Khalid bin Khaddas dari Hammad bin Zaid.
Keterangan Ayyub ini juga dikuatkan dengan riwayat Thabrani dalam kitab ‘ad-Dua’ (no. 870) dari jalur Amr bin Rabi’, dari as-Siri bin Yahya, dari Hasan al-Bashri, bahwa ada salah satu muridnya yang anaknya lahir laki-laki.
Lalu dia mendoakan, ‘Semoga menjadi ahli menunggang kuda.’
Kata Hasan al-Bashri, ’Dari mana kamu tahu dia akan menjadi penunggang kuda? Bisa jadi dia menjadi tukang kayu atau penjahit.’
’Lalu apa yang harus kuucapkan?’ tanya orang itu.
Perintah Hasan, ”Bacalah,
جَعَلَهُ اللهُ مُبَارَكًا عَلَيكَ وَعَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم –
“Semoga Allah menjadikannya anak yang diberkahi untukmu dan untuk umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. ”

Ketiga, riwayat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
Hadis yang menceritakan pernikahan Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah dengan syarat masuk islamnya Abu Thalhah. Hingga mereka dikaruniai seorang anak lelaki yang lincah dan sehat, yang membuat Abu Thalhah sangat mencintainya.
Qadarullah, anak ini meninggal ketika ayahnya sedang safar. Ketika pulang, Abu Thalhah langsung menanyakan tentang anaknya. Setelah Abul Thalhah ditenangkan istrinya, dihidangkan makanan, dan dilayani dengan baik, baru Ummu Sulaim menyampaikan, bahwa anaknya telah dipanggil yang punya (Allah).
Karena merasa resah, Abu Thalhah langsung mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kejadiannya bersama Ummu Sulaim. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan keberkahan untuk hubungan mereka. Hingga Ummu Sulaim melahirkan anak lelaki.
Beliau berpesan, jika tali pusarnya telah putus, jangan diberi makan apapun sampai dia diantarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di situlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan tahnik, dan mendoakan,
بَارَكَ اللَّهُ لَكِ فِيهِ، وَجَعَلَهُ بَرًّا تَقِيًّا
“Semoga Allah memberkahi anak ini untukmu dan menjadikannya orang baik yang bertaqwa”.

Keterangan:
Hadis ini memiliki banyak redaksi. Sementara yang ada kutipan doa di atas, diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam Musnadnya (no. 7310).
Sanadnya dinilai shahih oleh al-Haitsami. Dalam Majma’ az-Zawaid, beliau mengatakan,
رواه البزار ورجاله رجال الصحيح غير أحمد بن منصور الرمادي وهو ثقة
“Diriwayatkan al-Bazzar dan para perawinya adalah perawi kitab shahih, selain Ahmad bin Manshur ar-Ramadi, beliau perawi Tsiqqah.” (Majma’ az-Zawaid, 9/216)
Jika riwayat ini shahih, doa ini yang bisa kita rutinkan, karena ma’tsur (diriwayatkan) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allahu a’lam
—–
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits
Posted by Dyah na Fanim at 7:08 PM No comments:

Hadits-Dhuha


Posted by Dyah na Fanim at 7:01 PM No comments:

Mengapa Harus Berhias?

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Berhias, bagian dari nikmat Allah yang diberikan kepada para hamba-Nya. Fitrah sehat manusia, menuntut mereka agar selalu merawat dirinya, berpenampilan menarik di hadapan orang lain, sehingga dia lebih dihargai. Karena itulah, Allah mencela orang musyrik yang tidak mau memakai baju ketika thawaf, dengan alasan ibadah,
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” (QS Al A’raf: 32) 
Allah memuliakan perhiasan di tangan manusia, dengan Allah sebut ’zinatullah’ perhiasan dari Allah. Untuk menegaskan bahwa Dialah yang menciptakan perhiasan ini dan menghalalkannya untuk para hamba-Nya. Yang sekaligus menjelaskan kepada manusia bahwa hukum masalah perhiasan kembali kepada Allah bukan kepada selainnya. (Zinatul Mar’ah Muslimah, hlm. 9)

Berhias Untuk Suami, Itu Ibadah
Terlebih bagi para wanita, yang Allah ciptakan sebagai pasangan lelaki bani Adam, fitrah berhias berperan penting dalam hidupnya. Bahkan fitrah ini bisa mengendalikan kebahagiaan kehidupan rumah tangganya. Hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan predikat sebagai wanita terbaik, ketika sang istri bisa menyenangkan hati suaminya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, ’Ya Rasulullah, wanita seperti apakah yang paling baik?’
Beliau bersabda,
الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
“Wanita yang menyenangkan suaminya apabila dilihat, mentaati suaminya ketika diperintah, tidak melakukan perbuatan yang membuat suaminya marah, dan tidak membelanjakan harta yang membuat suaminya benci.” (HR. Ahmad 7421, Nasai 3231, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Imam as-Sindi menjelaskan,
إِذَا نَظَرَ ؛ أَيْ لِحُسْنِهَا ظَاهِرًا أَوْ لِحُسْنِ أَخْلَاقهَا بَاطِنًا وَدَوَام اِشْتِغَالهَا بِطَاعَةِ اللَّه وَالتَّقْوَى
”Menyenangkan suaminya apabila dilihat” karena dia indah dari luar, baik akhlaknya dari dalam, sibuk melakukan ketaatan kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya.” (Hasyiyah as-Sindi, 6/68).

Berhias Lahir Batin
Batin jelas lebih penting dari pada lahir. Semua orang sepakat itu. Apalah artinya orang hanya memperhatikan lahir, tapi tidak peduli dengan batinnya.
Karena itulah, ketika Allah menyebutkan tentang nikmat pakaian sebagai perhiasan, Allah juga mengingatkan akan pentingnya menghiasi hati dengan taqwa,
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa, itulah yang paling baik”. (QS. Al-A’raf: 26)
Taqwa merupakan pakaian batin, yang itu lebih indah dibandingkan pakaian lahir. Karena orang yang bertaqwa kepada Allah dan berusaha untuk selalu istiqamah, dia akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. (Tafsir as-Sa’di, hlm. 286)
Dan kita bisa menjamin, orang yang memiliki pakaian taqwa, hatinya dihiasi dengan taqwa, dia akan memperhatikan pakaian luar, agar tidak mengundang murka Tuhannya.
Allahu a’lam
–
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits
Posted by Dyah na Fanim at 6:59 PM No comments:

Doa Pagi Hari



Posted by Dyah na Fanim at 6:51 PM No comments:

Stick Buncis

 

1 ons buncis segar, rebus sebentar dengan air dan sedikit garam
Angkat tiriskan.


Adonan basah;
3 sdm tepung terigu
1/2 sdt kaldu bubuk
Sedikit garam dan merica (jika suka)
Air secukupnya.
Campurkan semua bahan aduk
Rata sisihkan.


Adonan kering :
3 sdm tepung terigu
1/2 sdt kaldu bubuk
1/2 sdt BP.
Garam secukupnya.
Semua bahan dicampur, lalu diaduk sampai rata.
Gulingkan buncis ke adonan basah
Kemudian gulingkan ke adonan kering
Lalu goreng hingga kecokelatan.

Sajikan dengan saus Tomat/sambal. Noted: Gunakan Buncis yang masih muda (tidak tua).


Posted by Dyah na Fanim at 6:28 AM No comments:

Ayo Muhasabah

Cross check
Posted by Dyah na Fanim at 6:21 AM No comments:

Baceman Bawang

Bahan:
400gr bawang putih
4 butir kemiri besar
4 sdm minyak wijen
600-750 ml minyak sayur kualitas baik

Cara membuat:
-Kupas bawang putih,cuci lalu tiriskan hingga benar2 kering.
-tumbuk kasar lalu sisihkan.
-tumbuk kemiri sampai benar2 halus lalu campurkan ke tumbukan bawang putih.
-letakkan adonan bawang ke toples yang bertutup rapat,campurkan dengan minyak wijen dan minyak sayur (untuk banyaknya minyak sayur tergantung toples masing2 ya.. jika nanti bawang masih banyak tapi minyaknya sudah habis, bisa ditambahin minyak lagi ke toplesnya).
-tutup rapat, dan gunakan 1-2 hari kemudian. (bisa bertahan lama)

NB:
-tidak ada patokan untuk komposisi bahan, silahkan sesuaikan dengan kebutuhan,bisa bikin 1/2 atau 1/4 resep dulu.
-pastikan bawang dan kemiri benar2 kering, jangan sampai ada air setetespun yg masuk, ini bertujuan agar bawang tetap awet dan terjaga rasanya
-gunakan minyak wijen yang berkualitas baik (misalnya merk pagoda/lowo), ciri minyak wijen yang baik jika di masukkan di kulkas dia tidak akan membeku. Jika membeku di dalam kulkas, itu artinya minyak wijen kualitasnya kurang bagus.
 -gunakan minyak sayur yang berkualitas baik, tidak disarankan untuk menggunakan minyak curah/los yang dijual di pasar, karena akan menyebabkan bawang jadi tengik.
-sebaiknya di dalam toples diberi sendok sekalian, ini menghindari agar baceman bawang tdak tercampur oleh bahan2 dari luar.
-bawang yang disimpan dalam minyak tidak akan pernah busuk, semakin lama disimpan makin harum dan kuat.

Selamat mencob

 
Posted by Dyah na Fanim at 6:15 AM No comments:

Cookies: Lidah kucing Milo (by Iceu)

Bahan:
- Margarin atau mentega 100 gr
- Gula halus 50 gr
- Terigu 5 sdm
- Milo bubuk 2 sdm
- Putih telur 90 gr ( dari 3 butir Telur )
- Gula pasir 50 gr
- Vanili 1/2sdt
- Almond iris utk taburan 


Cara buat :
1. Siapkan loyang lidah kucing, oles dengan margarin dan taburi terigu secara merata (tipis).
2. Kocok margarin dan gula halus sampai tercampur, masukkan terigu, Milo dan vanili aduk rata, sisihkan.
3. Di mangkuk terpisah, kocok putih telur sampai berbusa, masukkan gula pasir sedikit2 sambil terus dikocok sampai mengembang.
4. Masukkan no.3 ke no.2 sambil diaduk perlahan sampai tercampur rata. Masukkan adonan ke plastik segitiga, gunting ujungnya 1 cm. Semprotkan di loyang, tabur atasnya dengan irisan Almond.
5. Oven sekitar 20 menit (tergantung oven masing2) sampai matang. Keluarkan dari oven dan biarkan dingin -/+ 5 menit sebelum kue dilepas dari loyang. Masukkan toples.... selesai.

Noted:  kalau yang plain/putih,milo tidak usah dipakai ya, Bunda?? yang plain kasih taburan cheese..

 
Posted by Dyah na Fanim at 6:03 AM No comments:

Wahai Suami, Hargai Istrimu...

BILA istrimu menangis di hadapanmu, tak peduli apapun sebabnya, peluklah dia, biarpun dia menolak, tetap peluklah dengan erat. Menangis di atas meja selamanya tidak akan pernah terasa lebih nyaman dan damai selain menangis dalam pelukanmu!
Bila istri mengatakan tentang kesalahanmu, tolong jangan selalu mengatakan dia cerewet, itu semua karena ia peduli padamu!
Bila istri sedang kesal dan mengabaikanmu, jangan ikut-ikutan tidak peduli, ini adalah tantangan bagi kalian, saatnya membuang gengsi!
Bila istri tidak mau mendengarkan dan berbalik badan berjalan meninggalkanmu, kejarlah dia. Bila kau sungguh mencintainya, apakah kau tega meninggalkannya sendirian?
Bila istri berkata, “Kamu pergi saja, aku tidak mau memperdulikanmu.” Jangan percaya begitu saja, mungkin itu hanya di bibir saja, sedang hatinya tidaklah demikian. Sebenarnya itu adalah saat di mana dia paling membutuhkanmu!
Bila istri marah, suasana hatinya sedang tidak enak dan tidak mau makan, jangan bertanya mau makan apa, dia pasti berkata tidak mau semua. Belilah makanan kesukaannya, tunggu suasana hatinya membaik dan berikan pada dia. Jangan menggunakan ancaman bahwa kamu juga tidak mau makan!
Hargailah istrimu, tidak perlu berpikir terlalu rumit, apa yang wanita mau selalu sederhana selamanya!
Terkadang, berkompromi bukanlah berarti mengaku kalah, itu adalah suatu sikap memahami!
Memaafkan bukan berarti lemah, melainkan sebuah kepedulian dan menghargai!
(www.islampos.com)
Posted by Dyah na Fanim at 5:47 AM No comments:

RESEP BOLU KUKUS PANDAN

Bahan :
250 gr Tepung Terigu
250 gr Gula Pasir
2 Butir Telur
1 Sdt SP
1 Bungkus Vanili
1 Bungkus Santan Kara (65 ml campur dengan air +/-200 ml)
Pewarna Warna Hijau (pasta pandan)
Minyak goreng/mentega (u/ olesan loyang)

Cara Membuat :
kocok telur, gula, SP, dan vanili sampai putih/hampir kaku kurang lebih 15-20 menit. masukkan santan (kara) yang sudah dicampur air kocok sampai mengembang, lalu masukkan terigu kocok sampai merata, terakhir tambahkan pasta pandan/pewarna hijau. Masukkan ke dalam loyang yg sdh di olesi minyak goreng (mentega)... Lalu kukus kurang lebih 30 menit .

 
Posted by Dyah na Fanim at 5:33 AM No comments:
Newer Posts Older Posts Home
Subscribe to: Posts (Atom)

Blog Archive

  • ▼  2015 (81)
    • ►  June (3)
    • ▼  May (24)
      • Menghiasi Diri Dengan Sifat Itsar
      • Sifat Muslim Yang Sempurna
      • Kembalilah pada Kitabullah, Al Qur’an Al-Karim
      • Menasehati Tanpa Melukai
      • Untuk Para Pasutri: Menjadi Pencemburu? Harus Itu!
      • Menjauhi Sifat Dusta
      • Waktu-waktu Mustajab Untuk Berdo’a
      • Korupsi Waktu
      • Macam-macam Doa Untuk yang Baru Dikaruniai Anak
      • Hadits-Dhuha
      • Mengapa Harus Berhias?
      • Doa Pagi Hari
      • Stick Buncis
      • Ayo Muhasabah
      • Baceman Bawang
      • Cookies: Lidah kucing Milo (by Iceu)
      • Wahai Suami, Hargai Istrimu...
      • RESEP BOLU KUKUS PANDAN
      • Allahu Akbar...
      • 10 Mei 2015
      • Hakikat Ujian Dunia
      • Adab Seorang Murid Terhadap Guru
      • Mari Meminta kepada-Nya
      • DAFTAR PENYAKIT HATI ORANG SUKSES
    • ►  March (24)
    • ►  January (30)
  • ►  2014 (5)
    • ►  December (5)
  • ►  2011 (25)
    • ►  November (1)
    • ►  October (2)
    • ►  September (12)
    • ►  July (4)
    • ►  June (6)
  • ►  2010 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  November (8)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (4)
  • ►  2009 (36)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (6)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (6)
    • ►  April (8)
    • ►  March (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2008 (10)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (2)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (1)

kita

kita

what do you think about your Family?


Total Pageviews

About Me

My photo
Dyah na Fanim
Tangerang, Banten, Indonesia
ALLAH is The REAL LOVE, and ISLAM is only SOLUTION. Cinta tak ubahnya seperti pohon yang tak selamanya terlihat segar. Daun-daun yang dulu hijau cerah mulai menguning, akhirnya coklat kaku. Bunga-bunganya yang pernah indah merekah kini layu. Beberapa ujung tangkai pun mulai tampak mengering. ‪#‎merawatcinta‬. Penyimpangan-penyimpangan dalam kehidupan rumah tangga dan keretakan hubungan antara suami-istri adalah buah dari kehidupan rumah tangga yang monoton dan tidak adanya penyegaran dalam rumah tangga. (Syaikh Dr. Khalid Al Mushlih hafizhahullah). Allah adalah pembuat rencana terbaik, sedangkan aku adalah pelaksana terbaik dalam setiap rencana-rencanaku. ‪#‎dothebest‬
View my complete profile

Popular Posts

  • Berfikir Positif, Bertindak Arif
    Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan d...
  • RPP Kusbandiyah
    RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah : SMK Kesuma Bangsa I Depok Mata Pelajaran : Bahasa Inggris Kelas / Semester : X / I Per...
  • (no title)
    Agar Hati Tidak Membatu Posted: 27 Nov 2010 04:00 PM PST Segala puji bagi Allah, yang membentangkan tangan-Nya untuk menerima taubat hamba-h...
  • Lowongan Kerja SDIT Imam Syafi'i Jember
    Lowongan Kerja SDIT Imam Syafi'i Jember
  • language testing
    ASSIGNMENT OF LANGUAGE TESTING (TEST ADMINISTRATION) Created By ; KUSBANDIYAH ...
  • ADHIE AMIR ZAINUN
    adhie amir zainun adalah s'buah nama yang aku kenal n aku tahu sekitar 1,7 th yg lalu.. seorang kakak dr k'dua adiknya...Ricko Airla...
  • Aku n Desember
    alhamdulillah.. aku bisa ketemu lagi ma desember... masih ada sahabat" yang slalu sayang ma aku, kluargaku, n yang pasti masih ad adhie...
  • Hukum mengikuti hawa nafsu
    Mengikuti hawa nafsu berbeda-beda hukumnya, sesuai dengan tingkatan dosanya, ada kalanya dosa kecil, dosa besar, bid’ah, ada pula yang syi...
  • lafaz cinta
    astaghfirullah.............. mungkin semua salah aku. gak ada yang pantas u/ disalahkan selain diri ini yang begitu lemah... aku langsung in...
  • 15 Recommendations for improving Test Scores
    o When a test is announced well in advance, do not wait until the day before to begin studying. Spaced practice is more effec...
Kusbandiyah. Watermark theme. Theme images by konradlew. Powered by Blogger.