Pengertian Berkah ( Al-Barakah )
Al-barakah, kata yang kemudian
diterjemahkan menjadi berkah itu, bermula dari image tentang unta yang
mendekam. Orang Arab dahulu sering mengatakan ba-ra-ka al-ba’îr, unta itu
mendekam. Biasanya, ketika unta kekenyangan setelah menghabiskan makanannya, ia
segera menekuk lututnya untuk kemudian mendekam dalam waktu yang lama. Atau
ketika merasa badannya terlalu panas oleh sengatan matahari, ia pun segera
turun ke air, dan mendekam di sana. Unta itu menetap di sana.
Image ini lalu berkembang, dan setiap
sesuatu yang “mendekam” dan “menetap” diungkapkanlah dengan kata ba-ra-ka.
Maka, tak heran jika al-barakah suka didefinisikan khairât tsâbitah, nikmat
yang “menetap”. Keuntungan hasil perdagangan adalah sebuah nikmat, tapi dia
tidak dikatakan berkah jika tidak “menetap” di sana. Jika muncul lalu hilang,
itu berarti tidak berkah. Al-Zarqâni dalam syarahnya atas Muwaththa’ Imam
Malik, dan juga banyak ulama lain, sering
menerangkan bahwa al-barakah berarti al-tsubût wa al-luzûm,
menetap-di-sana, ada dan berlama-lama di sana.
Arti lain dari Al-Barakah
Para ulama banyak mendefinisikan makna al-barakah dengan kata yang berbeda, tetapi
memiliki kesamaan hakekat. Diantaranya:
Al-barakah di definisikan dengan makna khairât tsâbitah, nikmat yang
“menetap”
AlZarqani Al-Zarqâni dalam syarahnya atas Muwaththa’ menyebutkan
al-barakah adalah al-tsubût wa al-luzûm, artinya menetap-di-sana, ada dan
berlama-lama di sana
Ada juga yang menyebutnya dengan al-numuw wa al-ziyâdah, bertumbuh dan
bertambah.
Ibnu Abbas menjelaskan al-barakah sebagai al-katsrah fi kulli khair,
kemelimpahruahan yang ada pada tiap nikmat baik.
Al-Zarqâni juga mengutip pandangan ulama-ulama bahwa al-barakah adalah
al-ziyâdah min al-khair wa al-karâmah, kenikmatan dan kemurahan yang
bertambah-tambah.
Al-Quran sendiri ketika mau menggambarkan
sebuah nikmat Ilahi yang banyak, juga memakai kata ba-ra-ka. Dalam al-Isrâ’
(17): 1, misalnya, disebutkan, “… al-masjidi al-aqshâ al-ladzî bârakna haulahu
… ”, Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya. Gambaran tentang
Palestina yang mendapat nikmat karena nabi-nabi diturunkan di sana, dan
sekaligus bertanah subur, disampaikan dengan kalimat “yang telah Kami berkati”.
Begitu juga saat menggambarkan tanah Syam
yang subur, berkah menjadi bahasa-penyampai. Dalam al-Anbiya’ (21): 71
tercatat, “ … al-ardhi al-latî bârakna fîhâ … ”, sebuah negeri yang Kami
berkati, untuk menunjuk Syam. Tentang Syam ini juga direkam dalam Saba’ (34):
18 dengan bahasa, “ … al-qurâ al-ladzî bâraknâ … ”, negeri-negeri yang telah
Kami limpahkan berkah padanya.
Dan gambaran-gambaran semacam ini tanpa
kita sadari telah membentuk pikiran kita tentang berkah, bahwa berkah adalah
sebuah nikmat berlimpah yang murni dari Allah, tak tersentuh kotoran manusia.
Allahumma bârik lanâ fîmâ razaqtanâ … , ya Allah berilah berkah pada rezeki
kami …. Berkah selalu memenuhi sudut-sudut kata dalam doa-doa kita
Kiat Menjadikan Hidup Berkah
Setiap manusia tentu mendambakan kehidupan
penuh berkah. Karena itu tidak heran, jika kita dapati banyak manusia rela
mengorbankan harta, tenaga, bahkan nyawa demi mendapatkan berkah. Dan mereka
sangat berharap, jika kesempatan dan umurnya ditambah, merasa sangat gembira
ketika rizqinya dilapangkan, memiliki keturunan banyak, dan hal-hal lain yang
berupa kesenangan dan kenikmatan yang diinginkan oleh hati manusia. Menurut
mereka hal-hal demikianlah yang akan mendatangkan kebahagiaan. Sudah seyogyanya
seorang muslim senantiasa berdo’a kepada Allah subhanahu wata’aala agar
melimpahkan keberkahan kepadanya. Hal inilah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
shallallahu ‘alahi wasallam; sebagai qudwah hasanah (suri tauladan) bagi kita.
Beliau memohon keberkahan kepada Allah subhanahu wata`ala dalam segala urusan.
Berkah adalah menetapnya kebaikan (dari
Allah subhanahu wata’aala) di dalam sesuatu. Apabila berkah terdapat pada
sesuatu yang sedikit, niscaya ia akan berkembang menjadi banyak, sedangkan
apabila berkah tersebut terdapat pada sesuatu yang banyak, maka niscaya ia akan
semakin bermanfaat. Dan di antara buah yang paling agung dari berkah dalam
beraneka ragam nikmat yang Allah subhanahu wata’aala karuniakan adalah
dipergunakannya nikmat-nikmat tersebut untuk keta`atan kepada Allah subhanahu
wata’aala.
Keberkahan yang di berikan Allah subhanahu
wata’aala juga bisa berupa kendaraan yang kondisinya selalu prima, walaupun
sudah tua umurnya, jarang rusak atau mogok; Merasakan ketenangan walaupun tidak
mempunyai harta yang banyak; Memiliki seorang putri sematawa yang yang
senantiasa membantu dan mematuhi perintahnya; dikaruniai banyak cucu yang
menjadi penyejuk mata baginya. Selain itu ada pula berupa waktu, sehingga ia
dengan mudah memanfaatkan seluruh waktunya dalam rangka ibadah dan ta’at kepada
Allah dan memberikan manfaat kepada orang lain, dan lain-lain. Tentunya kita
selalu berdo’a kepada Allah subhanahu wata’aala agar dijauhkan dari hidup yang
tidak berkah. Karena banyak pula manusia yang hartanya milyaran rupiah/dolar,
tetapi diperbudak oleh hartanya tersebut. Banting tulang bekerja dari pagi
hingga larut malam, bahkan sampai tidak tidur malam, karena sibuk menghitung
uang dan terus-menerus memikirkan bisnis yang lebih menguntungkan. Ada juga
kita dapati seseorang memiliki anak banyak, tetapi semuanya menjadi musuh bagi
dirinya, durhaka kepadanya, membuat malu dirinya karena ulah dan prilakunya
yang sangat buruk. Ada pula yang tidak pernah puas dengan apa yang ia dapatkan,
seolah-olah tujuan hidupnya hanya untuk mengumpulkan dunia. Na’udzu billahi min
dzalik!
Lalu bagaimana berkah dalam hidup itu bisa
kita capai? Kiat-kiat di bawah ini merupakan solusi dan jawaban dari pertanyaan
tersebut, sebagai berikut:
Bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’aala.
Taqwa merupakan kunci seluruh kebaikan.
Allah subhanahu wata’aala berfirman:
Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya. QS. Al-A`raf :96)
Allah subhanahu wata’aala juga berfirman:
?????? ??????? ??????? ???????? ????
????????? (2) ???????????? ???? ?????? ??? ??????????
“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya
dia akan membukakan jalan keluar baginya. Dan Dia memberinya rizki dari arah
yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath-thalaq :2-3). Maksudnya dari sisi yang
tidak pernah ia perkirakan.
Dan “Taqwa” menurut para ulama adalah
‘engkau melaksanakan ketaatan kepada Allah subhanahu wata’aala berdasarka ilmu
dari Allah subhanahu wata’aala, semata-mata mengharap pahalaNya; dan engkau
tidak bermaksiat kepadaNya karena engkau takut terhadap adzabNya.’
Maka jika engkau bertakwa berarti engkau
telah mengumpulkan dua hal, yaitu perintah dan larangan. Engkau melaksanakan
perintah berdasarkan ilmu dan meninggalkan maksiat berdasarkan ilmu,serta
engkau betul-betul mengharapkan pahala Allah subhanahu wata’aala atas
pelaksanaan perintah-perintahNya tersebut dan engkau sangat takut akan adzab
Allah subhanahu wata’aala ;sehingga meningalkan larangan-larangan-Nya.
Membaca Al-Qur`an.
Sungguh Al-Qur`an merupakan kitab yang
penuh berkah, obat dan penawar bagi seluruh penyakit hati dan jasad. Allah
subhanahu wata’aala; berfirman:
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran”. (QS. Shaad: 29).
Dan amal yang shalih merupakan sarana untuk
meraih sebuah kebaikan dan berkah.
Berdo’a.
Nabi shallallahu ‘alahi wasallam senantiasa
memohon berkah kepada Allah subhanahu wata’aala dalam berbagai urusan.
Jujur dalam bermu’amalah.
Baik dalam jual beli, sewa-menyewa ataupun transaksi
lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Penjual dan pembeli
masih memiliki hak memilih selama keduanya belum berpisah (dari tempat
transaksi). Jika keduanya jujur dan terbuka (menjelaskan jika ada
cacat/kekurangan), maka keduanya diberkahi dalam jual beli mereka dan jika
keduanya menutup-nutupi dan berdusta, maka lenyaplah berkah jual beli mereka.”
(HR. Al-Bukhari)
Menyelesaikan pekerjaan di waktu pagi.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam;
bersabda, “Semoga Allah subhanahu wata’aala memberkahi ummatku pada waktu pagi
mereka”. (HR. Ahmad)
Mengikuti sunnah Rasul shallallahu ‘alahi wasallam dalam setiap urusan.
Karena hal itu tidaklah mendatangkan
sesuatu melainkan kebaikan. Dari Jabir bin Abdullah radhiallhu `anhu berkata,
“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam memerintahkan agar menjilati
jari-jemari dan piring, dan beliau berkata, “Sesungguhnya kalian tidak
mengetahui di bagian mana terdapat berkah dari makanan kalian.” (HR. Muslim)
Kesungguhan dalam bertawakkal kepada Allah subhanahu wata’aala.
Allah subhanahu wata’aala; berfirman:
?????? ??????????? ????? ??????? ??????
???????
“Dan barang siapa yang bertawakkal kepada
Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS Ath-Thalaq: 3).
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam juga
bersabda, “Kalaulah kalian bertawakkal kepada Allah subhanahu wata’aala; dengan
sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Allah subhanahu wata’aala memberikan rizqi
kepada kalian sebagaimana Allah subhanahu wata’aala memberikan rizqi kepada
burung, keluar di pagi hari dalam keadaan lapar pulang dalam keadaan kenyang.”
(HR. Ahmad).
Melakukan shalat istikharah dalam setiap urusan.
Pasrah dan menerima apa yang telah Allah
subhanahu wata’aala tentukan, karena hal tersebut pasti lebih baik untuk
dirinya di dunia ataupun akhirat.
Tidak meminta-minta kepada orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam
bersabda, “Siapa saja yang memiliki kebutuhan, lalu ia melimpahkan kebutuhannya
tersebut kepada orang lain, maka yang lebih pantas adalah tidak dimudahkan
kebutuhannya dan barangsiapa yang memasrahkan kebutuhannya kepada Allah
subhanahu wata’aala; niscaya Dia akan mendatangkan kepadanya rizqi dengan
segera atau menunda kematiannya.” (HR. Ahmad)
Berinfaq dan bersedekah.
Karena keduanya merupakan sarana untuk
memperoleh rizqi yang lebih baik yang merupakan karunia Allah subhanahu
wata’aala kepadanya. Allah subhanahu wata’aala berfirman:
Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku
melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan
menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)”. dan barang apa saja yang kamu
nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang
sebaik-baiknya. (QS. Saba`: 39)
Di dalam hadits qudsi disebutkan, Allah
subhanahu wata’aala berfirman, “Wahai anak Adam berinfaqlah, niscaya Aku akan
menafkahimu”. (HR. Muslim)
Menjauhkan diri dari harta yang haram
Karena harta haram dalam berbagai bentuk
dan rupanya tidaklah membawa berkah sedikit pun dan tidak pula menjadikannya
langgeng atau awet. Ayat yang menyatakan tentang hal ini sangatlah banyak, di
antaranya firman Allah subhanahu wata’aala:
???????? ??????? ???????? ?????????
????????????
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah”. (QS. Al-Baqarah: 276),
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa
maksud ‘memusnahkan riba’ adalah memusnahkan harta tersebut dari pemiliknya
secara keseluruhan atau meniadakan berkah harta tersebut, tidak bermanfaat
bahkan menjadikan pemiliknya diadzab, baik di dunia ataupun di akhirat.
Sedangkan makna ‘menyuburkan sedekah’ adalah memperbanyak harta yang telah
dikeluarkan sedekahnya atau melipatgandakan berkahnya.
Bersyukur dan memuji Allah subhanahu wata’aala atas segala pemberian dan
nikmat-nikmatNya.
Allah subhanahu wata’aala berfirman,
artinya, “Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu”.
(QS. Ibrahim: 7)
Menunaikan shalat fardhu,
Allah subhanahu wata’aala; berfirman:
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah
kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizqi kepadamu. Kamilah yang
memberi rezqi kepadamu dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang
bertaqwa”. (QS. Thaaha : 132)
Terus-menerus beristighfar (memohon ampun kepada Allah subhanahu
wata’aala).
Allah subhanahu wata’aala; berfirman:
aka aku katakan kepada mereka,
‘Beristighfarlah (mohonlah ampun) kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha
pengampun, niscaya Dia akan mengirimkam hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”. (QS. Nuh : 10-12)
* Sumber : disadur dari risalah
“Al-Barakah” , Abdul Malik al-Qosim
Inilah cara membangun optimisme
“SUDAHLAH! Jangan ngoyo, kita nggak akan
berhasil!” Kata-kata seperti ini mungkin pernah kita dengar pada saat orang
atau kelompok orang menyusun rencana dan target kerja.
Ada dua kemungkinan mengapa kata-kata ini
keluar dari mulut seseorang. Pertama, rencana yang dibuat memang tak realistis.
Kedua, ada orang yang selalu memandang berat setiap masalah. Alasan kedua
inilah yang biasa disebut sebagai sikap pesimis.
Sikap pesimis merupakan halangan utama bagi
seseorang untuk menerima tantangan. Orang yang telah terjangkiti virus pesimis
selalu merasa hidupnya penuh dengan kesulitan. Ia selalu berada dalam
ketidakberdayaan menghadapi masa depan.
Penyakit pesimis dapat terbangun akibat
proses pendidikan yang kurang baik: bisa dari masa kecil atau akibat peristiwa
sesaat yang sangat menyakitkan. Penyebab pertama, biasanya akan lebih sulit
diperbaiki, karena pesimisme telah menyatu dalam kepribadian orang tersebut.
Mereka memiliki konsep diri yang kurang baik dan memiliki pandangan yang buram
terhadap kehidupan dan masa depan nya. Sedang pesimisme yang terjangkit akibat
pengalaman pahit, lebih mudah diatasi sejauh orang tersebut dapat menata
kembali target dan langkah-langkahnya dalam mencapai target tersebut.
Berikut beberapa-hal yang dapat menumbuhkan
perasaan pesimistis dalam diri seseorang:
1. Terlalu sering dibantu. Anak yang tumbuh
dalam suasana sering dibantu seringkali tak dapat mengenali kemampuannya. Ia
akan sering mengatakan, “Saya tak bisa.” Ini terjadi karena anak tak dibiarkan
menghadapi kesulitan sedikitpun. Ketika si anak mengeluh tentang sulitnya ‘PR’
dari sekolah, orang tua lantas mengambil alih PR tersebut. Ketika anak
menghadapi masalah dengan mainannya, orang tua segera mengatasi masalah
tersebut. Dalam jangka panjang, anak ini akan tumbuh sebagai orang yang merasa
tak mampu menghadapi kesulitan. Ia akan selalu mengharapkan bantuan orang lain
dalam mengatasi masalah-masalahnya. Manakala bantuan itu tak ia peroleh, ia pun
merasa tak dapat berbuat apa apa.
2. Terlalu sering dilecehkan. Orang yang
dalam masa pertumbuhannya seringkali dilecehkan akan menganggap dirinya menjadi
orang terbodoh se-dunia. Keadaan ini tentu membuatnya memandang buram potret
diri dan masa depannya. Ia juga akan merasa tak mampu mengatasi persoalannya
sendiri.
3. Sikap negatif terhadap kegagalan. Kalau
kita lihat dalam keseharian, ada orang yang merasa selalu ditimpa kegagalan.
Pada kenyataanya, tak ada seorang pun di dunia ini yang selalu gagal dan tak
pernah berhasil. Masalahnya adalah bagaimana ia menyikapi kegagalan. Ada orang
yang merasa begitu hancur ketika ditimpa kegagalan. Kegagalan menjadi peristiwa yang amat besar dalam
hidupnya, sebab keberhasilan tak pernah ia syukuri sedikitpun. Akibatnya, ia
merasa sebagai pecundang, bodoh dan tak punya masa depan.
4. Dampak optimisme berlebihan. Optimisme
berlebihan seringkali menyisakan pengalaman pahit dalam diri seseorang.
Pengalaman ini membuat orang tak lagi bergairah membicarakan target-target yang
telah gagal itu. Orang seperti ini menghadapi trauma untuk membicarakan hal
tersebut. Keadaan seperti ini tentu akan menyulitkan bagi orang tersebut untuk
bangkit dari kegagalan. Ia akan lebih tertarik untuk membicarakan dan memulai
hal-hal baru daripada mengulang kembali pengalaman pahit tersebut.
Pesimisme, baik yang dialami oleh individu
maupun kelompok, memang harus diatasi. Namun, dibutuhkan keteguhan dalam
membatasi masalah kejiwaan yang satu ini, karena pesimisme terbangun dari
pengalaman dan kita tak bisa mengubah hal-hal yang telah terjadi. Ada bebarapa
hal yang mungkin dilakukan untuk membangun kembali optimisme kita:
1. Temukan hal-hal positif dari pengalaman
masa lalu, sepahit apapun pengalaman itu. Dalam kegagalan, sekalipun masih ada
keberhasilan-keberhasilan kecil yang terselip, cobalah temukan keberhasilan itu
dan syukuri keberadaannya. Upaya ini paling tidak akan mengobati sebagian dari
perasaan hancur yang kita derita. “Tapi bagaimanapun saya telah gagal” Buang
jauh-jauh pikiran tersebut, karena pikiran tersebut tak akan membantu kita
dalam meraih nikmat Allah berikutnya. Allah hanya akan menambahkan nikmatNya
pada orang yang mau mensyukuri pemberianNya meskipun nikmat itu sedikit.
2. Tata kembali target yang ingin kita
capai. Jangan terbiasa membuat target yang berlebihan. Kita memang harus
optimis, tapi kita perlu juga mengukur kemampuan diri sendiri. Kita juga perlu
menelaah lebih jeli cara apa yang mungkin kita lakukan untuk mencapai target
tertentu. Cara Irak menghadapi agresor/penjajah AS mungkin dapat dijadikan
contoh. Dari awal Irak tak mengatakan akan menang dalam pertempuran. Tapi
mereka hanya mengatakan “AS akan menghadapi kesulitan jika berhadapan dengan
tentara dan perlawanan rakyat Irak.” Irak pun menghitung-hitung dalam medan
mana ia dapat memberikan perlawanan yang sengit terhadap para agresor/penjajah
tersebut. Mungkin Irak berusaha memenangkan pertempuran di medan opini dunia
dan jalur diplomatik. Ini adalah satu contoh bagaimana sebaiknya menetapkan
target dengan melihat kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki.
3. Pecah target besar menjadi target-target
kecil yang dapat segera dilihat keberhasilannya. Seringkali ada manfaatnya
untuk melihat keberhasilan-keberhasilan jangka pendek dari sebuah target jangka
panjang. Hal ini akan semakin menumbuhkan semangat dan optimisme dalam diri
kita. Tentu kita harus terus mensyukuri apa yang kita peroleh dari capaian
target-target kecil tersebut. Jangan pernah terbetik dalam hati, “Ah baru
segini, target kita masih jauh.” Sikap ini sama sekali tak membangun rasa
optimis.
4. Bertawakal kepada Allah. Menyadari
adanya satu kekuatan yang dapat menolong kita di saat kita menghadapi rintangan
merupakan modal dasar yang cukup ampuh dalam membangun optimisme. Bertawakal
tentu harus dilakukan bersamaan dengan upaya kita memperbaiki target dan
strategi pencapaiannya.
5. Langkah terakhir kita perlu merubah
pandangan kita terhadap diri sendiri dan kegagalan. Kita perlu lebih sayang dan
menghargai diri sendiri. Jangan kita terus menerus mengejek diri sendiri. “Aku
ini orang bodoh, tak bisa apa apa.” Ini bukanlah sikap merendah, tapi merupakan
sikap ingkar terhadap kelebihan yang telah Allah karunikan kepada kita.
Wallahu’alam
No comments:
Post a Comment