“Berlomba-lombalah kamu kepada
(mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang luasnya seluas langit dan
bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar.” (TQS AL-Hadiid [57] : 21)
Sahabat, ‘nanti’ adalah sebuah kata yang
berarti ‘penundaan’. Kalimat ini kerap kita ungkapkan dalam setiap aktivitas
yang belum terselesaikan. Boleh jadi, kalimat ini tak terlalu salah kita
ungkapkan setelah sebelumnya berusaha keras menyelesaikan pekerjaan.
Tetapi jika berkaitan dengan sebuah
kewajiban yang harus segera kita lakukan, maka kalimat ‘nanti’ ini akan
berdampak kepada sikap menganggap remeh pekerjaan. Ketahuilah, diantara
kewajiban kita terhadap hari-hari yang terlewati adalah mengisinya dengan ilmu
dan amal shalih. Karena hidup kita bukanlah besok atau juga kemarin, tetapi
hidup kita adalah hari ini. Karena ‘kemarin’ adalah waktu yang tak akan kembali
dan ‘besok’ adalah waktu yang tak pernah kita ketahui.
Penting untuk kita renungkan, sebuah
tulisan seorang pengembara, ia adalah Muhammad bin Samrah. Kepada sahabatnya ia
menulis surat:
![]() | |
Tomat ini sudah bisa dipetik |
“Hai saudaraku…!, jauhilah dirimu dari
menunda pekerjaan. Jagalah! Jangan sampai hal itu bersarang di dalam hatimu.
Menunda pekerjaan berarti bersahabat dengan kerusakan, karena itulah adalah
tempatnya kemalasan. Menunda pekerjaan berarti memutuskan cita-cita dan
penyia-nyiaan terhadap umur. Jika kamu berbuat demikian, itu akan menjadi
kebiasaanmu. Jauhilah ragamu dari kebosanan yang telah berpaling darimu, Karena
itu tidak mendatangkan manfaat bagi jiwamu.
Hai Saudaraku…!, kamu akan selalu gembira,
bila pekerjaanmu telah kamu lakukan atau kamu akan menyesal bila kamu
melalaikannya.” Saudaramu Sahabat, siapakah yang dapat
menjamin seseorang dapat hidup hingga esok hari? Secanggih apapun ilmu yang kita dapat, tak
akan mampu menahan kematian yang menghampiri. Sebanyak apapun harta yang kita
miliki, tak akan mampu membeli sebuah nyawa yang sudah diakhiri. Dan sehebat apapun kekuasaan yang telah
kita raih, tak akan bisa mempengaruhi ketentuan Ilahi. Karenanya, merupakan
satu keberuntungan bila kita segera mengerjakan kebaikan dan menunaikan
kewajiban. Dan merupakan suatu kelemahan atau kerugian jika kita menundanya
sehingga kesempatan berakhir.
Oleh karenanya sahabat, lepaslah belenggu
‘nanti’ dalam diri. Sebab keberadaannya hanya akan mendatangkan penyesalan
panjang dalam hati. Satu waktu, Umar bin Abdul Aziz dalam kelelahan karena
begitu banyaknya pekerjaan, ia mengungkapkan: “Pekerjaan satu hari saja telah
membuatku menjadi letih, bagaimana kalau pekerjaan dua hari dikumpulkan menjadi
satu…?”
Sahabat, kita merasakan penyesalan yang
teramat dalam bila kita secara teledor menunda-nunda pekerjaan yang seharusnya
terselesaikan. Karena dengan membiasakannya, kita akan menghadapi beban berat
karena bertambahnya pekerjaan. Terlebih ketika yang kita tunda adalah kewajiban
melaksanakan taat dan menunda untuk bertaubat dari perilaku maksiat.
Semakin kita biarkan hati berselimut
maksiat, maka akan semakin sulit membersihkannya karena sudah terlanjur
berkarat. Karenanya, segeralah bertobat sebelum terlambat. Jangan biarkan hati
tertambat pada perilaku maksiat. Karena hidup tak akan terasa nikmat bila tak
ada taat. Di dunia tak mendapat rahmat dan tak mendapat tempat yang layak di
akhirat. Ahmad bin Athaillah menasehati: “Penundaanmu akan semua amal
(kebaikan) karena menanti adanya waktu senggang termasuk dari kebodohan-kebodohan
jiwa.”
“Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik dari
umurku adalah akhirnya, sebaik-baik dari pekerjaanku adalah penutupannya dan
sebaik-sebaiknya hari-hariku adalah hari aku menghadap Engkau.” Aaaamiin...
No comments:
Post a Comment